5 Fakta Tentang Diri Sendiri
Manifestasi dari rasa cinta adalah mengenal diri sendiri. Seperti
ucapan ‘Kenalilah dirimu, maka kamu akan mengenal Tuhanmu. Cinta sendiri begitu
besar dan tak terukur oleh bentuk, ruang dan waktu. Dapat menempati semua bentuk,
ruang dan waktu. Tanpa batas. Cinta juga dimiliki semua diri. Termasuk diriku
sendiri. Hingga saat ini, aku ingin membicarakan 5 fakta tentang diriku yang berkaitan dengan cinta.
Pertama, aku cinta pada diriku sendiri. Paling tidak,
sekarang aku menyadari bahwa aku terus belajar untuk mencintai diriku sendiri. Aku
belajar untuk memberi makan tubuhku dengan makanan yang kupikir dibutuhkan
tubuhku dan tentu saja yang sanggup kubeli dengan uang di kantongku. Oya, fyi,
aku seperti juga perempuan yang lain suka sekali tergoda dengan makanan yang
berwarna varian dan rasanya tapi tak bergizi. Jadi, bisa dibayangkan betapa
sulitnya mencintai tubuhku ini, kan? Lalu, aku juga tak lupa memberi makan
pikiranku dengan buku – buku yang bergizi dan teman – teman yang menambah
vitamin sehat bagi perkembangan pemikiranku. Ini pun sulit sekali, karena teman
– teman ku begitu baiknya berbagi makanan ‘gosip’ yang padat dengan bumbu yang
pedas dan menyengat. Enak di lidah, tapi menyakitkan kepala dan perut. Aku juga
selalu berusaha untuk mengingat bahwa hati dan jiwaku perlu obat yang selalu ku
usap di wajah, tangan dan kakiku dengan wudhu dan doa. Aku pun dengan keteguhan
hati mengobati diriku 5 kali sehari dengan harapan cintaku pada diriku sendiri
akan membuatku lebih cinta pada Allah.
Ke dua, cintaku pada ke dua orang tuaku. Bagiku, cintaku
pada ke dua orang tuaku seperti setetes air bagi hujan deras yang turun ke bumi.
Aku ingat ucapan bapak yang ia kutip dari gurunya bahwa, seandaianya saja seorang anak membersihkan
luka atau kotoran yang menempel dari tubuh orang tuanya dengan lidahnya
sekalipun, tidakkan seorang anak dapat membalas kebaikan ke dua orang tuanya. Sebagai
anak, aku akan selalu belajar untuk mencintai ke dua orang tuaku dengan sepenuh
hatiku karena cintaku pada Allah.
Ke tiga, cintaku pada saudaraku. Bagiku, saudara itu seperti
darah yang mengalir di tubuh kita. Bagian dari tubuh kita. kita akan merasakan
rasa sakit dan penderitaan yang saudara kita rasakan. Tak akan dianggap
bersaudara, jika kita tak mempunyai rasa kasih pada saudaranya. Kita dapat
mengambil contoh sederhana, seperti kejadian di Lombok. Sebagai saudara
sebangsa setanah air, kita membantu semampu kita. Kita ikut merasakan kesedihan
saudara kita di sana. Tak ada rasa cinta yang dapat menggantikan cinta kita
pada saudara kita. Rasa cinta pada saudara kita memungkinkan kita meluangkan
waktu, tenaga, uang dan pikiran untuk membantu karena saudara adalah satu hati meski beda raga.
Keempat, cintaku pada teman dan tetanggaku. Cinta ini
membuatku kaya. Jika saudaraku itu ibarat darah yang mengalir di tubuhku, teman
dan tetangga itu ibarat air yang mengalir di laut dan angin yang bertiup. Tanpa
mereka, tubuh dan jiwaku tak memiliki teman buat melangkah mengarungi hidup
ini. Hidupku akan terasa hampa tanpa warna. Teman dan tetanggaku membuatku sadar
bahwa aku dapat menghargai dan menghormati teman dan tetanggaku karena aku mencintaiku
diriku dan Tuhanku.
Dan yang terakhir adalah cintaku pada guruku. Cinta yang
timbul karena aku menyadari bahwa tanpa guru aku tak akan mengerti kata cinta. Tanpa
guru, aku akan buta tuli dan bisu. Hanya punya mata tapi tak bisa melihat
kebaikan bagi diriku dan orang lain. Yang kulihat hanya kebaikanku atau
keuntunganku sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan orang lain. Punya telinga,
tapi hanya mendengarkan apa yang ingin kudengar saja. Tidak peduli pendapat
orang lain. Menganggap diri paling benar. Membenarkan pendapat sepihak. Bersikap
tidak adil. Lalu, aku jadi bisu. Karena aku tak sanggup mengatakan kebenaran. Mataku
buta, telingaku tuli dan mulutku membisu. Sungguh, kerusakan yang tak
terbantahkan akan terjadi padaku jika aku tak mengenal seorang guru. Sungguh,
guru bagiku ibarat cahaya dalam gelap mencekam. Guru menenangkan hati dan
mengobati luka kesedihan. Penghibur saat perut lapar dalam hujan yang dingin. Aku
masih ingat, saat guruku datang saat takziah nenek dan adikku yang meninggal
tahun lalu. Beliau ikut memandikan adikku dan mengangkat keranda adikku. Bahkan
ikut menguburkan adikku. Mengantarkan adik dan nenekku ke peristirahatan mereka
yang terakhir. Sungguh, bagiku guru adalah pahlawan yang akan jadi contoh
bagiku. Hingga, pekerjaan menjadi seorang guru menjadi pilihan bagiku hari ini.
Pilihan yang kuharap akan memberi kebaikan bagi orang – orang di sekitarku. Selamat
hari Guru Nasional bagi semua guru di Indonesia. Semoga guru dapat mengemban
amanah dengan baik dan dapat membimbing anak – anak bangsa yang berakhlak baik.
Bandar Lampung, 25 November 2018
Komentar
Posting Komentar