puisi
Memetik
Bulan
Sayang,
aku tau kamu sedang tidur
Tapi
kamu tidak mati, kan?
Seperti
lalat yang ditepuk sepatu ibu itu
Sekarang
tergeletak di lantai, tak bergerak
Sayang,
kamu masih bernapas ?
Mengapa
tak kulihat deru ombak di dadamu
Hanya
lamat suara sengau dari hidungmu
Menggelegar
membelah siang yang terang
Sayang,
kamu masih bisa berjalan ?
Kenapa
tak kulihat derap langkahmu ?
Kenapa
juga larimu tak sekencang dahulu ?
Apakah
kakimu telah diamputasi ?
Sayang,
sungguh mati aku menunggumu
Tetapi,
kenapa jam di tanganmu seperti mati ?
Bahkan
sepertinya kau pun tak ingat akan nama mu
Nama
yang kau ucapkan hingga aku memujamu
Sayang,
namamu terlanjur ada di hatiku
Aku
tak bisa lupa saat angin menderu menyebutmu
Membisikkan
janji tentang matahari di saat malam
Mengatakan
bahwa bulan pun kan kau petik untukku
Sayang,
aku tetap mencintaimu sedalam lautan
Yang
buihnya kini teracuni limbah pabrik milikmu
Yang
ikannya kumakan dan masuk ke perutku
Yang
pemandangan indahnya bertaburan di instagramku
Duhai,
sayangku, aku pun kini memimpikanmu
Dalam
malam dan siang saat kutertidur
Meski
perutku pun masih kosong
Karena
ikan yang kumakan kemarin telah mati
Yoharisna
Bandar
Lampung, 31 Maret 2019
Komentar
Posting Komentar