Bara Media Sosial Meretas Asa di Ajang Pemilu 2019
Bara Media Sosial
Meretas Asa di Ajang Pemilu 2019
Kalau mau jujur, aku sih
nggak begitu tertarik dengan dunia politik.
Tak berniat untuk berpartisipasi di ajang Pemilu ini. Toh, mau siapa pun
yang memimpin negara ini, hidupku ya begini. Tak berubah. Bara pun sudah mati.
Seperti semangat para wakil rakyat yang hilang saat terpilih. Yah, begitu
kupikir.
Tapi, ucapan seorang pembicara di acara Workshop dan Kompetisi Jurnaistik di Eatboss Café (31 Maret 2019) mengubah cara pikirku. Mengubah rasa pesimisku terhadap Pemilu yang katanya dapat merubah Indonesia. Negeri yang kucintai ini.
Okey, akan kuceritakan apa yang kupahami di acara yang berlangsung seminggu yang lalu ini. Memang agak telat sih, tapi kupikir ceritanya masih belum basi. Pemilu kan masih beberapa hari lagi. Jadi masih relevan untuk dibaca (ngarep hehe). Dan, supaya kelihatan agak greget, tulisanku ini kuberi judul, ’Bara Media Sosial Meretas Asa di Ajang Pemilu 2019’
Tapi, ucapan seorang pembicara di acara Workshop dan Kompetisi Jurnaistik di Eatboss Café (31 Maret 2019) mengubah cara pikirku. Mengubah rasa pesimisku terhadap Pemilu yang katanya dapat merubah Indonesia. Negeri yang kucintai ini.
Okey, akan kuceritakan apa yang kupahami di acara yang berlangsung seminggu yang lalu ini. Memang agak telat sih, tapi kupikir ceritanya masih belum basi. Pemilu kan masih beberapa hari lagi. Jadi masih relevan untuk dibaca (ngarep hehe). Dan, supaya kelihatan agak greget, tulisanku ini kuberi judul, ’Bara Media Sosial Meretas Asa di Ajang Pemilu 2019’
Baiklah, tanpa membuang
kata dan napas untuk membaca tulisanku ini akan kuceritakan padamu kejadian
hari itu. Hari Minggu, 31 Maret 2019 jam 13.00 di Eatboss Café. Acara yang
diadakan oleh KPU Kota Bandar Lampung yang dikoordinatori oleh Bang Adrian,
salah satu pentolan Jejamo.
Hari itu aku ingat hujan
cukup deras membasahi kota Bandar Lampung. Kebetulan aku harus membantu orang
tuaku di Pasar Koga untuk berjualan mainan. Yups, keluargaku memang
mengandalkan penghasilan dari warung kecil di pasar tradisional yang terletak
di depan RS Advent. Tidak tahu? Well, kamu bisa cek google map kalau tersasar.
Kebetulan aku diajak untuk
ikut acara itu oleh sohib akrabku, Rika yang sudah cukup aktif di dunia
blogger. Aku janjian dengannya di depan café. Aku begitu bersemangat, hingga
tak sempat makan siang di rumah. Untunglah, kami disuguhi lunch yang cukup
enak. Jadi, aku dapat dengan tenang mengikuti acara siang itu.
Oya, sebelum aku lupa,
mungkin harus kuakui bahwa aku tak paham sama sekali tentang dunia menulis
apalagi dunia jurnalistik. Duh, rasanya seperti dunia yang berbeda. Aku sih
lebih suka dunia fiksi, dunia khayal yang tak menuntut apa – apa. Selain
perasaanku saja. Bisa bahagia hanya dengan membayangkan. Sayangnya, aku sangat
menyadari aku pun hidup di dunia nyata. Jadi, aku harus belajar. Bukankah kita
tak bisa kenyang hanya dengan membayangkan memakan nasi dan lauknya? Ya kan?
Jadi, sambil menikmati
perutku yang kenyang dan menunggu acara dimulai aku berpikir. Ya, aku berpikir.
Pekerjaan yang kulakukan kalau aku melihat sesuatu yang tak kumengerti. Aku
berpikir bagaimana suatu tulisan atau gambar di media sosial bisa berpengaruh
besar di masyarakat. Pengaruh yang dapat membuat perubahan. Pergolakan. Aku
masih ingat bagaimana sebuah tulisan di salah satu dinding facebook yang dibaca
banyak orang dapat menyeret seseorang ke meja hijau. Atas tuduhan pencemaran
nama baik atau penyebar hoax.
Lalu, saat mba Dila,
pembicara dari KPU Kota Bandar Lampung menjelaskan bahwa media sosial memiliki
peluang yang lebih besar dibanding media massa dalam mengubah opini masyarakat.
Tentu saja, hal itu tak lepas dari derasnya
informasi yang mengalir di medsos dengan respon yang cepat dan luas. Tak dapat
dipungkiri bahwa minat masyarakat milenia sekarang begitu tertuju dengan berita
yang penuh ragam di medsos.
Belum lagi kecenderungan
masyarakat dengan berita dramatic yang lebih cenderung negatif. Yah, seperti
pepatah lama yang menyatakan bahwa lebih menyenangkan membicarakan keburukan
orang lain dibanding memperbaiki diri sendiri. Mungkin itu sebagai bentuk
pembelaan diri bahwa ada yang lebih buruk dari dirinya sendiri. Atau dengan
kata lain ia lebih baik dari orang lain yang sedang dibicarakan itu.
Mengingat pentingnya
pengaruh media sosial dalam mengubah opini masyarakat, maka KPU Kota Bandar
Lampung mengadakan acara Workshop dan Kompetisi Jurnaistik di Eatboss Café (31
Maret 2019). Acara yang diadakan oleh KPU Kota Bandar Lampung sebagai salah
satu cara untuk meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu Pilpres 2019 di
kota Bandar Lampung.
‘Setiap orang bebas
menulis apa pun di laman media sosialnya,” kata Fadila Sari (nama lengkap mbak
Dila) salah satu pembicara dari KPU Kota Bandar Lampung. “ Hingga tulisan
tersebut lebih cepat mendapat respon dibanding tulisan di media massa yang
terkesan lebih serius,” lanjut nya. Alasannya adalah tulisan medsos lebih mudah
dimengerti dengan jumlah pembaca medsos lebih luas tanpa batas usia, pendidikan
dan lain – lain.
KPU Kota Bandar Lampung
dalam upayanya meningkatkan peran aktif masyarakat di ajang Pemilu 2019 ini
melibatkan pegiat medsos dan blogger sebagai penyebar bara asa optimisme.
Harapannya, para pegiat medsos yang ikut dalam acara ini dapat menyebarkan
berita baik pada masyarakat melalui tulisannya.
Paling tidak, tulisan
yang baik akan membuat seseorang menunda perbuatan buruknya. Memikirkan ulang
efek dan konsekwensi perbuatannya. Seperti seorang pemilih yang merubah cara
pandangnya agar menunaikan hak dan
kewajibannya dalam Pemilih di Pemilu 2019 ini. Paling tidak, akan timbul
kesadaran bahwa dengan ikut memillih kita akan mencegah orang yang lebih buruk
berkuasa. Paling tidak, kita dapat ikut
bertanggung jawab mengawasi wakil rakyat yang sudah kita pilih. Bukankah hak
sebagai warga negara untuk turut aktif dalam wadah demokrasi, Pemilu.
Bukankah
Pemilu merupakan sarana legitimasi rakyat? Bukankah rakyat yang mengesahkan
melalui Pemilu? So, bukankah ikut memilih merupakan jawaban untuk harapan masa
depan Indonesia yang lebih baik?
Workshop dan Kompetisi
Jurnalistik di Eatboss Café (31 Maret 2019) ini juga menggugah harapanku. Harapanku
untuk mengubah cara pandang diri dan orang lain yang membaca tulisanku ini. Medsos
pun kupikir dapat menjadi bara. Menebar asa. Harapanku, tulisan yang baik dari
pegiat medsos terkait Pemilu 2019 ini dapat memberikan asa baru. Seperti apa
pun narasi yang tertulis, kuharap dapat dipahami dengan bijaksana. Seperti bara
yang menerangi bagi yang berusaha memahami dan belajar jadi kritis atas nama
cinta pada tanah Indonesia ini. Semoga perbedaan tidak jadi pencetus
perpecahan, tapi jadi bara yang berwarna. Penuh optimisme membangun Indonesia.
So, mari sama – sama nyoblos di Pemilu 2019 tanggal 17 April 2019 sebagai bukti
cinta tanah air Indonesia.
@tapisblogger
#KPUkotaBandarLampung
Komentar
Posting Komentar