Sinopsis Metamarphosis’ Kafka
page 17 of 41
Metamorphosis by Franz Kafka translated by Ian Johnston
Gregor mendapati dirinya terbangun dari tidurnya. Terkejut
melihat tubuhnya berubah menjadi seekor laba – laba. Gregor menutup matanya,
dan membukanya kembali. Ini bukan mimpi, pikirnya. Dalam letihnya, ia berusaha
tidur di sisi kanannya. Tapi, tubuhnya selalu membalik ke punggungnya. Kaki –
kaki kecilnya bergerak tak beraturan. Gregor merasakan sakit tak terkira di
tubuhnya. Sebagai seorang sales keliling yang banyak menghabiskan waktu di
jalan, ia berhak beristirahat. Ia pun kembali merebahkan punggungnya ke tempat
tidur. Kamar yang ia tempati selama lima tahun ini terasa kecil untuk ukuran
tubuhnya. Tapi, ia berusaha untuk tidur. Sayangnya, adiknya datang dan mengetuk
pintu. Disusul ibu dan ayahnya. Mereka khawatir. Biasanya ia sudah mengejar
kereta yang berangkat jam 7 pagi. Beberapa saat kemudian managernya pun datang.
Karena Gregor tak kunjung membuka pintu kamarnya, mereka membuka pintu dengan
bantuan tukang kunci.
Keterkejutan dan ketakutan yang terpancar pada wajah manager
membuat Gregor puas dan khawatir. Ia dapat mengusir manager dari rumahnya. Sudah
lama ia ingin bebas dari pekerjaannya. Di saat yang sama, Gregor khawatir
dengan nasib keluarganya. Ia menyadari dengan kondisinya sekarang ia tidak bisa
melunasi hutang ayahnya.
Sayangnya, keluarganya pun ketakutan dengan wujud barunya. Sikap dan perlakuan keluarganya membuat Gregor sedih. Meski ia
mengerti. Di bulan pertama perubahan wujudnya, adiknya selalu berusaha
membersihkan kamarnya dengan sapu tanpa melihat tubuh Gregor. Gregor pun
berusaha menjaga perasaan Greta dengan menutup tubuhnya dengan selimut yang ia
tarik dengan susah payah dari tempat tidur. Butuh waktu lebih dari empat jam
untuk menutupi tubuhnya dengan selimut. Gregor pun selalu menatap lantai, agar
Greta tak melihat wajahnya. Debu yang berterbangan dari sapu menempel di tubuh Gregor yang berbulu.
Gregor yang selama lima tahun ini menjadi tulang punggung
keluarga menjadikan kehidupan keluarga Samsa cukup nyaman. Ayahnya sepanjang
hidupnya bekerja keras, meski tak sukses, dapat beristirahat menikmati masa
tuanya. Ibunya yang punya asma dapat beristirahat di rumah. Sedang Greta
adiknya yang berusia tujuh belas tahun, dapat sedikit bersenang – senang. Belanja
sekedarnya. Gregor pun ingin sekali mengantarkan adiknya untuk belajar. Adiknya
suka sekali bermain biola. Gregor ingin adiknya bahagia, dan akan membicarakan
rencananya saat Natal nanti. Sayangnya, keadaan Gregor tak memungkinkan ia
untuk bekerja. Pak Samsa memutuskan untuk bekerja sebagai pelayan di sebuah
Bank, Bu Samsa menjahit pakaian dalam untuk butik dan Greta pelayan toko.
Masing – masing anggota keluarga bekerja sepanjang hari, hingga melupakan
keadaan Gregor.
Gregor yang berhari – hari tidak makan merasa kelaparan. Makanan
yang masuk ke mulutnya selalu keluar kembali. Tapi, tak ada yang peduli. Tak
ada yang berusaha mengerti dengan keadaan dirinya. Bahkan ibunya pingsan saat
melihatnya, dan tak mau melihatnya lagi. Ayahnya melemparinya dengan apel
dengan emosi, hingga apel – apel itu menempel di tubuhnya. Membusuk di
tubuhnya. Sakitnya bukan kepalang. Tapi, Gregor tetap berusaha menahan
semuanya.
Sementara kebencian keluarganya membuatnya merasa makin
tertekan. Percakapan yang ia dengar tentang keinginan keluarganya agar ia menghilang
saja. Mati. Daripada membuat keluarga malu. Ruangan yang gelap dan kotor. Ia
terpenjara di kamarnya sendiri.
Usahanya untuk membela Greta yang sedang menampilkan recital
biola pada penyewa kamar rumah mereka menciptakan kekacauan. Kebencian keluarga,
rasa lapar dan putus asa membuat Gregor tak ada semangat untuk hidup. Dan, saat
ditemukan mati di kamarnya pun, tak ada kesedihan di keluarga Samsa. Mereka
keluar dari rumah yang tak pernah mereka tinggalkan selama lima tahun. Mendapati
bahwa hidup tak seburuk yang mereka kira. Greta yang pucat dan kurus pun
terlihat bahagia dan bersinar di usia mudanya. Seperti berharap hari esok yang
lebih baik
Bandar Lampung, 14 September 2019
Komentar
Posting Komentar