Surat Buat Ibu
Bandar Lampung, 12 Desember 2017
Assalamualaikum Ibuku Sayang,
Ibu, hari ini kutuliskan surat ini untukmu sambil
mendengar rintik hujan yang turun menyentuh bumi. Mengingat hari – hari yang
telah kau lalui untuk anak-anakmu. Mengingat bagaimana hari – hari yang kau lalui
dalam doa demi anak-anakmu sampai hari ini. Ibu, maafkan aku anakmu ini yang
sampai hari ini belum bisa membahagaiakanmu. Maafkan anakmu yang hanya bisa
menyusahkanmu. Bu, tahukah kau kalau anakmu ini merasa begitu tak berguna. Tapi,
karena ibu, aku harus tetap tersenyum dan tegar menghadapi semuanya. Karena
yang ku alami sungguh tak sebanding dengan yang telah kau lakukan dan korbankan
demi anak-anakmu.
Ibu, masih kuingat saat kau merawat adikku, Yogis
yang sakit hingga mengantarnya ke peristirahatannya yang terakhir. Aku masih
ingat bagaimana kau menyuapi, memandikan, dan menemaninya hingga ia tertidur
sambil berdoa sepanjang malam seperti saat ia kecil. Aku juga masih ingat saat
kau ikut memandikan dan mengafani mayat Yogis, dan menyalatinya serta
mengantarkannya ke peristirahatannya yang terakhir. Aku juga ingat saat kau mengusap
batu nisan Yogis seolah mengusap kepalanya. Sungguh, aku tak bisa membayangkan
bagaimana perasaanmu melahirkan, membesarkan dan merawat putramu sekaligus
mengantarkannya hingga ke rumah terakhirnya. Tapi, kau lakukan semuanya tanpa
ragu, sambil terus berdoa agar Yogis bahagia di jannah-Mu.
Ibu, masih kuingat saat kuceritakan tentang sakit Yogis
yang tak ada obatnya. Tentang penyakitnya yang membutuhkan pengobatan seumur
hidup Yogis. Kau hanya berkata, “Ibu ikhlas. Ibu akan merawat yogis
bagaimanapun caranya sampai sembuh dan mencari pengobatan hingga yogis bisa
hidup dengan normal seperti orang lain meski dalam keadaan sakit.” Kau hanya
menangis saat ada yang mengatakan padamu untuk bersabar dan ikhlas dengan
cobaan Allah. Kau bilang bahwa kau kuat dan tabah tapi kau tak sanggup
mendengar orang lain mengatakan hal itu padamu. Ibu, saat ku menangis dalam
sendiriku mengingat bagaimana kau mengusap air matamu sendiri dan aku memelukmu
dan mengusap air mataku dengan ujung bajumu. Aku berjanji, sungguh, aku akan
menangis bersamamu ibu, mengusap air matamu hingga beban di hati kita
tersalurkan. Aku akan berusaha menjadi penghiburmu, menemanimu dan membuatmu
tersenyum dan bahagia. Aku tahu bahwa kesedihan tak kan menghilang dibalik
kebahagiaan. Air mata kehilangan adikku Yogis akan tetap ada meski ku yakin Yogis
tetap ada bersama kami dalam doa dan kenangan kami.
Ibu, saat hidupnya Yogis ingin sekali membahagiakanmu,
membuatmu tersenyum. Ia ingin sekali meringankan beban di pundakmu dalam
mencari nafkah. Meski di tengah usahanya, ia melupakan kesehatannnya. Ia hanya
bekerja hingga lupa makan dan istirahat. Akibatnyya, ia jatuh sakit dan
kondisinya menurun. Tapi, di tengah sakit pun ia tetap bekerja dan melupakan
pengobatannya. Karena khawatir akan membebani ibu, ia menahan sakitnya berbulan
– bulan. Hingga kondisinya makin menurun. Ia bilang sambil tersenyum,
“Bagaimana bisa membahagiakan ibu, jika sakit begini saja tak bisa kutahan.
Sungguh, aku tak ingin membebani ibu. Aku ingin menanggung beban ibu, karena
aku anak laki-laki ibu.” Aku pun
mengangguk. Sungguh, ia sangat saying padamu Ibu. Aku juga.
Ibu, saat kau rawat, Yogis selalu tersenyum ditengah
sakitnya, menahan sakitnya sekuat tenaga karena cinta padamu ibu. Ia tak ingin
kau bersedih mendengarnya merintih kesakitan. Yogis tak pernah mengeluh sakit.
Aku ingat suatu malam saat kau merawat Yogis, Kau bertanya, “Mana yang sakit, Yogis
sayang?”
Yogis hanya menjawab.”Sedikit bu.”
Ibu
bilang,”Yogis harus kuat. Semua penyakit ada obatnya, Yogis harus sehat.”
Yogis tersenyum.”Ya, Bu.”
Lalu Ibu memijati kepala Yogis. ”Kepala Yogis
sakit?”
Yogis ,menggeleng.” Ibu istirahat, kan ibu capek.
Yogis juga mau tidur.” Aku melihat saat Yogis tertidur ibu tetap terjaga. Aku
melihat kau merapikan selimut Yogis, mencium keningnya dan berdoa sepanjang malam.
Hingga kukatakan padamu bahwa ibu, bapak dan aku harus menjaga Yogis bergantian supaya semua
bisa tetap sehat dan merawat Yogis. Jadi aku menjaga di malam hari dan ibu
bersama bapak menjaga sepanjang pagi hingga sore. Saat itu kusaksikan bagaimana
kau menahan kesedihanmu agar tetap kuat merawat Yogis sampai sembuh. Sungguh
kelelahan dan kesedihan yang kau rasakan tak perrnah kau katakan, tapi ku tahu
semuanya tersimpan dengan rapi di dalam hatimu karena kau ingin anak-anakmu
kuat menghadapi kesedihan ini. Sungguh, ibu, Kau adalah wanita yang luar biasa.
Ibu, dalam malam
doaku, aku menengadahkan tanganku pada pemilik nyawaku. Kuceritakan tentang kesedihanku.
Kesedihan, kebaikan, dan pengorbananmu. Tentang semua yang kurasa dan pikirkan
serta kekhawatiranku. Ibu, kuadukan pada pemilik jiwaku, ”Bagaimana aku dapat
membalas semua kebaikan ibu, kalau bukan karena kuasa Allah. Sungguh tiada daya
dan upaya kecuali karena Allah. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu dengan
kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin.”
Catatan buat kenangan adikku, Yogis Wara
(29 Juni 1979
– 29 November 2017)
Pembelajaran untuk q
BalasHapusya mba.. terima kasih sudah mampir
HapusSedih aku mba, baca tulisan mba. Sampaikan salam untuk Ibu ya... pasti Ibu adalah sosok wanita yang sangat kuat. Semangattt !!!
BalasHapusYa mba. Makasih.
HapusTerima kasih ya mba tulisannya menjadi pengingat untukku
BalasHapusYa mba. Kematian itu emang hal yang pasti ya..
HapusðŸ˜
BalasHapusðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapusSyedih kaka hiks
BalasHapusSetiap tulisan tentang ibu selalu menyentuhku
BalasHapusBenar Kak. Ibu memang luar biasa
HapusJadi inget ibuk😢
BalasHapusKeren tulisannya, tetap semangat kak
BalasHapusAku Terharu membacanya....,sanagt menyetuh
BalasHapusIbu adalah yang terbaik. ..Love mother
Mantaaap...
BalasHapusSalam untuk ibu ya mba. Jadi ingat mama nih hiks hiks. Tulisannya bagus dan mengalir dengan apik . semangat terus yaaa
BalasHapus