Hari Guru : Momentum Mempersiapkan Peserta Didik Menghadapi Masyarakat 5.0
sumber gambar: wishesmsg.com
Hari guru yang
akan diadakan tanggal 25 November mendatang merupakan momentum baik buat para
guru untuk berusaha mengevaluasi kompetensi diri dalam mempersiapkan peserta
didik menghadapi Masyarakat 5.0. Sedangkan tema yang diusung di hari guru
Nasional yang bersamaan dengan hari PGRI ini adalah "Guru Penggerak
Indonesia Maju"
Saat guru masih
galau dengan perombakan sistem pendidikan yang menyesuaikan dengan tuntutan
Revolusi Industri 4.0 yang mengoptimalkan penggunaan artificial intelligence
(kecerdasan buatan) dan internet of thing, sekarang sudah muncul Masyarakat
5.0. Era Masyarakat 5.0 yang merupakan akibat dari munculnya Revolusi 4.0.
Sejarahnya,
Masyarakat 5.0 ini sudah ada sejak Januari 2016 di Jepang, sebagai respon dari
munculnya Revolusi 4.0. Masyarakat 5.0 ini merupakan penggabungan sistem
ruang maya dan ruang fisik. Respon alami yang muncul dari dampak membanjirnya produk inovasi yang tercipta dari Revolusi 4.0.
Masalahnya,
kesiapan guru dalam menghadapi perubahan ini tidak seperti yang diharapkan.
Sebut saja dari Ujian Kompetensi Guru (UKG) yang diadakan di tahun 2017 saja
hanya dapat meluluskan kurang dari 50% guru yang mengikuti ujian, yaitu sekitar 26.358 guru .
Dan, dari jumlah yang
lulus dan mengikuti program PPG kurang dari 50% yang lulus. Alasan kegagalan
adalah rendahnya kemampuan professional guru di bidang teknologi.
Kebayang kan
gimana mutu guru di Indonesia? Potret pendidikan yang jadi PR buat pemerintah
dan kita semua.
Sebelum kita mencari solusinya, kita harus tahu masalahnya. Sebagaimana guru yang tak boleh langsung marah saat peserta didik ketiduran di kelas. Bisa saja ia terlalu lelah setelah sibuk overhaul di bengkel seharian, atau bekerja membuat program aplikasi game di laboratorium.
Bukankah, peserta didik dianggap berhasil dalam belajar saat ia dapat menghasilkan karya. Ya, kan? Begitu juga seorang guru, mereka pun manusia yang masih terkaget - kaget dengan perubahan ekonomi yang tak pasti di Revolusi 4.0 ini. Perubahan yang berimbas pada perubahan sistem pendidikan.
Dilihat dari
data peserta UKG yang lulus setelah memenuhi beberapa kriteria, yaitu : umur,
masa kerja, tempat bertugas, dan nilai. Dan, sayangnya sebagian besar yang
lulus adalah pemenuhan kriteria nomor satu.
So, sebagian besar guru yang ikut PPG tahap 1 2017 berusia di atas 40
bahkan lebih, hanya sebagian kecil yang berusia di bawah 30. Hasinya bisa dibayangkan, kelulusan PPG tahap 1 masih belum seperti yang diharapkan.
Untungnya, peserta didik sekarang adalah anak didikan internet. Mereka dapat memperoleh hampir semua jawaban di internet. Meski idealnya seorang guru itu memiliki 4 kompetensi guru agar dapat mengimbangi zaman yang super cepat ini.
Untungnya, peserta didik sekarang adalah anak didikan internet. Mereka dapat memperoleh hampir semua jawaban di internet. Meski idealnya seorang guru itu memiliki 4 kompetensi guru agar dapat mengimbangi zaman yang super cepat ini.
Selanjutnya kupikir wajar kalau generasi gurunya yang erat di era Revolusi 3.0 (tahun 1970 an) jika kondisi perubahannya lambat. Ya kan?
Kebanyakan bahkan ada yang masih tenggelam di era Revolusi 2.0 (abad 19-20) yang belum mengenal komputer. Masih terjebak saat listrik baru ditemukan. Masih terkagum - kagum melihat indahnya cahaya lampu listrik.
Sementara peserta didiknya sudah mengalami lompatan pengetahuan yang juga mengagetkan mereka. Mereka butuh figur guru super smart yang dapat membimbing dan mengarahkan langkah mengatasi masa era Masyarakat 5.0 agar dapat mengaktualisasikan diri dengan baik tanpa kehilangan esensinya sebagai seorang manusia.
Peserta didik yang hidup di era Masyarakat 5.0 ini tak akan pernah kekurangan informasi.
Peserta didik yang hidup di era Masyarakat 5.0 ini tak akan pernah kekurangan informasi.
Bahkan anak - anak generasi ini dapat akses hampir semua jawaban dari pertanyaan yang mereka temukan. Tanpa bertanya pada gurunya langsung.
Sebuah PR besar buat guru untuk lebih meningkatkan kualitas diri. Menjadi guru super smart. Tuntutan yang jadi tanggung jawab pemerintah dan semua pihak yang terkait di dunia pendidikan.
Pembahasan tentang Masyarakat 5.0
Masyarakat 5.0
yang berpusat pada manusia dengan mengintegrasikan dunia maya dan dunia fisik yang memungkinkan peserta didik
untuk mengaktualisasikan dirinya dengan berpikir kritis, dan kompleks dapat terjadi dengan optimal dengan bimbingan guru yang juga memahami tentang teknologi rekayasa dan penggunaannya.
Guru juga diharapkan dapat membimbing
peserta didik mendapatkan proses belajar yang optimal. Menjadi contoh hidup
bagi peserta didik di ruang kelas dan di luar kelas.
Sebagaimana peserta didik, guru pun harus memiliki kemampuan utama di super smart society ini.
Guru harus dapat membimbing dirinya untuk dapat memecahkan
masalah, berpikir kritis dan kreatif. Kemampuan super yang menjadi tanggung
jawab dunia pendidikan yang butuh lebih dari sekedar workshop, sertifikasi, pelatihan, dan semnar.
Cara berpikir HOT yang harus diajarkan guru merupakan proses aktualisasi guru yang panjang. Proses yang memerlukan kolaborasi pihak terkait, baik pemerintah, dunia kerja, pengusaha, peneliti, dan masyarakat sekitar.
Butuh integrasi semua aspek kehidupan masyarakat untuk dapat menyukseskan usaha guru super smart membimbing peserta didik untuk dapat berpikir di kelas analitis, kritis, dan kreatif.
Cara berpikir yang berorientasi pada masa depan yang mengedepankan pemecahan masalah. Cara berpikir ala HOT atau High order thinking skills ini memerlukan dukungan dan kerja keras semua pihak untuk berperan sebagai "guru" bagi peserta didiknya.
Pola pendidikan yang berbasis aktivitas yang melibatkan semua pihak ini kiranya dapat menghasilkan karya atau produk yang tak terkukung dinding - dinding batu ruang kelas yang dingin.
Pola pendidikan yang berbasis aktivitas yang melibatkan semua pihak ini kiranya dapat menghasilkan karya atau produk yang tak terkukung dinding - dinding batu ruang kelas yang dingin.
Karya yang dihasilkan dari super smart teacher dan super smart student ini akan hangat karena berasal dari ruang kelas yang luas.
Cara berpikir
ini memberi ruang bagi peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir
kritis. Cara berpikir yang menjadikan lingkungan dan masyarakat sekitar sebagai ruang kelasnya juga melatih anak berpikir kompleks, berjenjang dan terstruktur.
Guru dapat mengajarkan
dengan menggunakan model pendidikan discvery learning, project based learning,
problem based learning dan inquiry learning. Model – model pembelajaran ini memberi
kesempatan peserta didik untuk berpikir kritis dan berinovasi.
Harapan dan Tantangan Guru
Mengingat beratnya tanggungjawab guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik agar dapat beradaptasi di zaman yang serba tak pasti ini.
Mengaktualisasikan kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, inovasi dan kreativitasnya.
Tentu saja dengan tidak melupakan bahwa manusia adalah mahluk cerdas yang diciptakan Allah untuk beribadah semata - mata untuk menyembah Allah.
wah mantap, semangat terus para guru :)
BalasHapusDengan adanya metode HOTS ini, tugas seorang guru menjadi lebih mudah dan terbantu atau justru sebaliknya, mba? Karena entah karena beda persepsi atau bagaimana, ada beberapa entah guru maupun praktisi pendidikan yang mempunyai sudut pandang berbeda tentang HOTS ini. Di satu pihak bilang memudahkan, di lain pihak justru merasa semakin terbebani. Apakah sosialisasinya yang masih kurang ya, jadi banyak persepsi yang tumpang tindih? *Eh saya sotoy banget sih komentarnya... Boleh dong minta pencerahannya tentang HOTS ini, biar saya ikut tercerahkan dan enggak gagal paham... 😁🙏
BalasHapusSaya yang katanya guru ini pun belum banyak paham, mbak. Sederhananya sih kalau menurut guru yang ngajar waktu ppg kemarin, "jadi guru itu yang penting mau terus belajar. Mau berubah. Dan, berkolaborasi dg pihak terkait." HOTs ini point nya kan critical thinking, inovasi dan kreatif. Ya jadi guru mau terus berinovasi, kritis dg perubahan zaman dan kreatif dalam mengajar. Kata beliau sih metode ini gak melulu harus ada di ruang kelas (sekolah formal) tapi bisa digabung dg peminatan, seperti: di bengkel sepatu, laboratorium dll. Jadi ilmunya dikolaborasi dg ilmu lain yg mendukung. Guru dituntut jadi super smart di semua bidang (paling tidak di bidang pendukung mapel yg diajarkan). Contohnya sih seperti guru TK atau Paud. Mereka bisa ngajar ngaji, baca tulis, nyanyi, nari, bahkan bantu anak untuk ke toilet. Dengan kata lain, kalau guru smk teknik rekayasa mesin seperti aku misalnya, aku harus ngerti tentang motor, mobil atau komputer secara umum. Juga harus bisa bantu mereka jika mereka bermasalah di tempat industri. Ya, itu sih yang kupahami. Aku sendiri masih harus belajar.. Anyway, terima kasih sudah mampir ^^
HapusOya kata beliau juga (prof. Bambang)" "Jadi guru itu yang penting siswa nya enjoy dan mengerti lalu bisa mengamalkan ilmu yang kita ajarkan. Gak usah pusing dengan birokrasi pemerintah. Ruang kelas kan punya kita. Kalau ada supervisi dari dinas, ya ikuti aja mau mereka. Toh, datengnya gak tiap hari. Sedang anak - anak ini adalah amanah Tuhan. Dan, kita yang lebih tahu tentang kapasitas (input siswa dan daya dukung sekolah). Kita yang lebih paham tentang anak - anak kita."
HapusRasanya belum pantas saya menjadi guru. Mampukah saya mendidik puta putri bangsa ini hiks
BalasHapusWow sangat bermakna sekali
BalasHapusKomentar ah #arfandy
BalasHapus