Kenakalan Remaja, Salah Siapa?

Remaja yang identik dengan masa - masa pencarian jati diri adalah fase kehidupan manusia yang penuh dengan keresahan dan ketidakpastian. Masa di saat mereka mencoba belajar mengenal diri, orang lain dan sekitarnya dengan lebih baik. Lalu, mencari sosok idola yang bisa dijadikan tokoh panutan dalam kehidupannya.

Pencarian tokoh panutan pada remaja milenia belakangan memiliki kecenderungan pada tokoh yang biasa disebutkan di media sosial yang lekat dengan kehidupan mereka. Sayangnya, hubungan itu pun melebihi hubungan mereka dengan orang tua baik dalam level kuantitas maupun kualiatas. Akibatnya, orang tua terkadang tak tahu perkembangan psikologis anak begitu pun sebaliknya, anak tidak tahu apa yang orang tua pikirkan. Baik anak maupun orang tua terputus komunikasi secara psikologis. Kehilangan sentuhan kasih sayangnya. Bagaimana tidak? Komunikasi langsung sering terjadi lewat gawai dibanding bertemu secara fisik.

Kedekatan remaja milenia dengan teknologi ini melahirkan gejolak keresahan yang mendalam pada mereka. Keresahan yang disebabkan karena secara psikologi seorang anak butuh sentuhan cinta yang nyata, baik secara fisik maupun spiritual. Kebutuhan yang tak diperoleh sebagian remaja milenia karena orang tua milenia ini pun sibuk dengan pencarian hal yang baru di media sosial, baik itu pencarian sumber finansial baru untuk memenuhi kebutuhan hidup atau hiburan baru yang dapat diperoleh di media sosial.

Kedekatan remaja dan orang tua milenia dengan media sosial atau internet membuka peluang baru di dunia bisnis. Peluang yang membuka gerbang bagi sayap - sayap hedonis yang cenderung konsumtif. Jauh dari nilai kesederhanaan yang pernah dianut generasi zaman old. Membawa perubahan yang membuat generasi milenia ini makin resah dan gugup. Perubahan yang bahkan membuat nilai kesederhanaan seperti; sentuhan sayang, belaian lembut orang tua dan kata sayang dari orang tua pun menjadi barang "mewah."

Nilai kesederhanaan adalah salah satu nilai yang mulai luntur di zaman Society 5.0 ini. Nilai yang seharusnya dipertahankan anak zaman. Zaman yang menurut Japan Prime Minister, Shinzo Abe, " The essence of society 5.0 is that it will become possible to quickly elicit the most suitable solution that meets the needs of each individual." (Essensi dari Masyarakat 5.0 adalah ini akan terjadi lebih cepat dengan mengemukakan solusi tepat yang dapat memenuhi kebutuhan setiap individu). Pendapat yang menggarisbawahi pada kepentingan masyarakat ini terkesan tidak mungkin tanpa sinergi semua pihak  yang berkepentingan, terutama orang tua, anak, guru, sekolah, masyarakat dan pemangku kebijakan.

Masalah yang kemudian muncul adalah kegugupan generasi milenia yang dijejali berbagai fasilitas dan kemudahan informasi dari teknologi buatan adalah ketidaksiapan sebagian dari mereka (anak dan orang tua milenia) menerima 'tumpahnya' pengetahuan ini. Hal yang menimbulkan ketimpangan dan degradasi moral karena mereka keliru memilih figur panutan. Figur yang selayaknya dapat memberi contoh baik dalam kehidupan kita.

Pertanyaannya sekarang, salah siapa jika anak menjadi nakal dan susah diatur? Salah orang tuakah? Salah teknologi? Atau salah guru, lingkungan dan pemerintah?

Lalu, kita pun menoleh ke belakang, ke samping dan ke depan. Bercermin pada diri kita sendiri. Bukankah anak hari ini adalah produk hari kemarin. Produk yang kita ciptakan dari ruang "belajar"  kehidupan di mana kita menumbuhkan anak - anak kita. Sebagaimana kita bertanggungjawab memakaikan baju dan menyuapi anak kita makan, kita pun punya kontribusi terhadap anak yang "nakal" di dekat kita. Ketidakpedulian kita untuk merubah anak yang dianggap nakal bisa jadi adalah suatu bukti kita pun bersalah dan bertanggung jawab membentuk karakter itu berakar pada diri si anak. Kupikir, ketidakmungkinan dari tujuan Society 5.0 yaitu mensinergikan dunia fisik dan dunia maya untuk menciptakan masyarakat sejahtera adalah saat di mana kita semua melepaskan diri dari rasa peduli pada anak - anak kita. Dan, sebaliknya Society 5.0 akan terwujud jika kita semua peduli dan menuntun anak masa depan mengembangkan karakter dan akhlak yang mulia, in syaa Allah dunia yang sejahtera dan berkeadilan sosial akan terwujud. Semoga!

Bandarlampung, 27 November 2019

Komentar

  1. Tetap semangat menebar kebaikan 😊💪

    BalasHapus
  2. Makin berat tantangan mendidik anak di Era seperti ini mbaa. Btw terimakasih artikelnyaaa 💐

    BalasHapus
  3. review dari society 5.0 ya. Allright selamat berjuang mbak....

    BalasHapus
  4. Pendidikan agama harus menjadi pondasi

    BalasHapus
  5. Perlu refleksi banya pihak tema saya juga hr ni ka

    BalasHapus
  6. Ah, baca judulnya saja rasanya saya ikut sedih. Miris mwlihat fenomena remaja sekarang 😭

    BalasHapus
  7. Semoga kita bisa menjadi orang tua tangguh bagi anak2 di gen milenial, amin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Keseruan Kunjungan Industri Jakarta Jogja SMK BLK Bandar Lampung 2022

PERSEPOLIS COMIC REVIEW: The Story of Childhood