Industri dan Gaya Hidup Halal di Era Disrupsi
Saya lapar, sementara matahari terik di atas kepala
saya. Saya melirik gawai di tangan saya. Jam 12.30 siang. Waktunya makan siang.
Saya memutuskan untuk makan bakso di warung langganan saya. Sambil makan, saya
memperhatikan kondisi warung yang tak seramai dulu lagi.
“Sekarang banyak saingan yang pakai gopay, gojek, dan
apalah itu, mbak,” kata bude penjual bakso.”Saya gak ngerti begituan, jadi ya
warung saya sepi gini.” Aku mengangguk-angguk sambil mengunyah baksoku.
Mataku mengamati warung yang masih seperti dulu, seperti pertama aku datang ke sini.
Bedanya, warung ini terlihat lebih kusam dibanding warung bakso yang sekarang
lebih disukai kaum milenia.
“Anak muda sekarang senangnya pesen lewat hape dan
dianter pake gojek,” kata penjual itu lagi, “Saya kan males. Ribet.” Aku hanya mengangguk-angguk saja. Nggak bisa ngomong karena masih mengunyah. Takut
baksoku mencelat keluar dari mulutku.
Padahal aku ingin bilang ke bude bakso, kan dia bisa
belajar. Bukankah anaknya bersekolah di universitas. Kan anaknya bisa
membantunya. Tapi, kadang orang memang sulit menerima perubahan.
Aku jadi ingat tentang disrupsi inovasi yang
berhubungan dengan teknologi yang juga merubah aspek perkonomian seperti
penjual bakso langgananku. Disrupsi inovasi yang merubah pasar lebih cepat
dengan efek positif dan negatifnya.
Beberapa efek negatifnya adalah akan ada beberapa
bisnis dan profesi yang akan tergerus zaman dan menghilang, tergantikan oleh
teknologi.
Kita bisa ambil contoh bisnis online makanan yang tak perlu sewa
warung dan menggunakan applikasi online seperti instagram atau facebook sebagai
toko atau warungnya.
Tukang photo kopi yang kehilangan pelanggan karena orang
memilih buku digital. Begitu pun bisnis percetakan buku yang mulai kehilangan
pelanggannya.
Memang tak bisa dipungkiri seperti juga mata koin,
kita pun akan dapatkan efek positif dari perubahan ini, seperti kreativitas dan
terbuka luasnya bisnis kreatif yang bisa mendapatkan uang secara instan.
Bisnis kreatif yang mengembangkan daya imajinasi dan inovasi, seperti: youtuber, vlogger,
blogger, content writer, dan pekerjaan kreetif lain yang makin menjamur di
kalangan kaum milenia.
Dampak positif yang membawa tantangan baru bagi generasi
milenia muslim untuk mempertahankan syariat Islam.
Industri dan Tantangan Gaya Hidup Halal
Dewasa ini, generasi milenia muslim memiliki
kecenderungan untuk mengikuti gaya hidup sesuai syariah.
Makin banyak milenia
muslim dan muslimah yang gandrung menunjukkan identaitas dirinya dengan bangga.
Termasuk dalam hal makan.
Kaun milenia muslim dan muslimah yang terkenal kritis
ini akan dengan hati-hati mengecek makanan yang ingin mereka konsumsi, berlabel
halal atau tidak.
Aku jadi ingat tempat makan anak muda yang mendadak sepi
karena label halalnya tidak diperpanjang.
Kecenderungan ini juga membuat banyak bisnis
melabelkan logo yang bernada islami untuk menarik kaum muda ini. Bahkan mereka
menerima banyak pegawai wanita yang mengenakan jibab, dan tentu saja dengan
menyajikan makanan yang halal dan enak.
Generasi milenia yang dianggap cerdas
ini memiliki kecenderungan memilih yang instan dan efisien plus Islami. Selain tentu saja
alasan hemat waktu dan tenaga.
Alasan yang membawa gaya hidup yang cepat
berubah, mengikuti perubahan zaman. Perubahan dan pergeseran gaya
hidup yang memberi tantangan bagi industri rumahan konvensional untuk bertahan.
Bukankah kita pun berubah? Jadi jika
zaman berubah, pemerintah, pembuat regulasi, pedagang,
masyarakat, dan kita sendiri pun harus merubah mindset dan mau bersinergi
untuk membangun industri yang sehat menuju Indonesia yang lebih baik. Indonesia yang berkeadilan dan sejahtera.
Bandarlampung, 9 Desember 2019
jadi inget buku disruption
BalasHapusHebat Kakakku, senang membacanya
BalasHapus#semangat
Apa apa mah sekarang serba cepat yaah
BalasHapusJadi ngeri sendiri weh
Mantap kak tulisannya
BalasHapus"Takut baksoku mencelat keluar dari mulutku." somehow aq ngakak pas baca bagian ini loh mba Yoha 😂😂
BalasHapus