Pentingnya Peran Ibu dalam Membangun Karakter Anak

 

pentingnya-peran-ibu-dalam-membangun-karakter-anak

Hari ini adalah tanggal 22 Desember, diperingati sebagai hari ibu. Moment yang baik bagi seorang anak untuk mengingat tentang peran seorang ibu, perempuan dalam kehidupannya. Peran yang penting dalam membangun karakter anak.

Meski, menurut ibu Giwo yang juga ketua Kowani, hari Ibu di Indonesia berbeda dengan perayaan yang ada di Amerika. Di Indonesia, hari ibu erat kaitannya dengan perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan. Hal yang menandakan bahwa ibu di Indonesia sangat berjasa dalam semua aspek kehidupan.

Ini mengingatkanku tentang pentingnya seorang ibu, perempuan untuk melek pendidikan. Aku masih ingat kata-kata Babi, ayah Laila dalam A Thousand Splendid Suns, “… because a society has no chance of success if its women are uneducated, Laila. No chance.” (page.13) Seorang ibu, kemudian akan mampu mendidik dan membangun keluarganya dengan kearifan. Mampu menghadapi tantangan zaman yang berubah dengan cepat.

Bisakah kita membayangkan jika sebuah negara memiliki ibu-ibu atau perempuan yang bodoh? Nggak bisa membaca dan menulis. Apalagi membela hak dan kewajibannya sebagai seorang anak manusia dalam sebuah keluarga.

Dalam buku Perempuan dan Hak-haknya Menurut Pandangan Islam karya Murtadha Muthahhari, dikatakan bahwa menurut Islam, perempuan dan lelaki adalah sama-sama manusia, dan keduanya mendapatkan hak-hak yang sama atau sebanding. Isu perempuan dan lelaki yang senantiasa jadi perhatian dalam dunia Islam adalah fakta bahwa keduanya tidak identik antara satu dan yang lain dalam banyak aspek. Bagi keduanya, dunia tidaklah terlihat sama, dan disain, kosmos atau natur dan temperamen serta karakter mereka tidak dimaksudkan untuk sama.

Seorang ibu, akan senang sekali memasak untuk anak-anaknya atau membelai bayinya dengan penuh kasih sayang. Bukan berarti seorang lelaki nggak bisa melakukannya, tapi natur dan karakter yang berbeda menjadikan perasaan yang ditimbulkan pun nggak sama. Selalu ada kerinduan, jika salah satu menggantikan peran yang lain.

Sebut saja, misalnya, sebuah keluarga yang memaksa seorang ibu untuk bekerja dan keluar rumah, hingga ayah menggantikan peran domestik ibu di rumah. Perasaan sebagai ayah, suami yang seorang lelaki pasti akan berubah. Begitu pun istri, perempuan yang dipaksa (mungkin) atau memilih untuk bekerja karena keadaan.

Keadaan keluarga itu pasti berbeda. Ada peran dan tanggungjawab yang bergeser. Ada sesuatu yang seperti hilang dari porosnya.

Well, aku nggak bilang wanita bekerja itu salah. Namun, jika semua peran dan tanggung jawab keluarga diberikan pada perempuan, (mungkin) itu yang keliru. Nggak sesuai dengan kodrat seorang perempuan yang seharusnya dilindungi dan dijaga.

Sayangnya, kebudayaan modern menggeser budaya tradisional tentang peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Hal yang digaung-gaungkan atas nama persamaan hak manusia. Persamaan dalam segala aspek kehidupan.

Aku sih, memandang konsep persamaan perempuan ini dalam konteks yang lebih positif, seperti: persamaan memperoleh pendidikan dan menyatakan pendapat. Meski, aku nggak akan membayangkan seorang lelaki meminta hak persamaan untuk menstruasi dan melahirkan. Apalagi, jika seorang lelaki menuntut untuk dapat menyusui anaknya sendiri dari ASA (Air Susu Ayah) yang ia hasilkan sendiri. Nggak kebayang repotnya ilmuwan untuk menemukan cara memecahkan masalah rumit ini.

Keluarga juga akan kacau, anak-anak akan kebingungan karena ayah dan ibu masing-masing punya peran ganda. Tidak ada kekhasan yang membuat seorang lelaki atau perempuan itu unik. Sekali lagi, akan ada rasa hangat yang hilang.


pentingnya-peran-ibu-dalam-membangun-karakter-anak


 

Peran Ibu dalam Membangun Karakter Anak

Dalam bincang TVRI berjudul Hari Ibu, Momentum Membangun Indonesia beberapa hari lalu, mengingatkaku tentang pentingnya peran ibu dalam membangun karakter anak. Peran yang nggak bakal sukses  jika hanya dicanangkan oleh pemerintah. Nggak akan berhasil tanpa peran ibu sebagai ujung tombak keluarga.

Ibu Giwo mengatakan bahwa begitu besarnya peran ibu dalam membangun marwah bangsa dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Mendidik anak-anak agar berkarakter mulia dan rela berkorban demi negara. Bukan hanya membangun knowledge dan keterampilan saja.

Seorang ibu yang membimbing anak-anaknya dalam berbuat kebaikan dan bersikap mulia akan menghasilkan generasi tangguh dan siap menghadapi tantangan perubahan zaman. Nggak mudah menyerah.

Fatimah Azzahra, putri Rasulullah saw mendidik anak-anaknya dalam kesederhanaan dan cinta kasih. Ia nggak pernah mengeluh dengan pekerjaan domestik yang berat. Fatimah juga selalu memberi contoh kebaikan pada anak-anaknya. Hasan, Husein, dan Zainab. Hingga mereka menjadi anak-anak tangguh yang pemberani dan baik hati.

Pernah suatu ketika, keluarga mulia ini berpuasa dan hanya berbuka  dengan air karena setiap kali tiba waktu berbuka, selalu datang orang yang memohon sedekah. Namun, Fatimah nggak pernah mengeluh pada suaminya. Apalagi merengek sesuatu untuk kebutuhannya sendiri. Sifat Fatimah merupakan wujud keteguhan hati yang membangun karakter anak. Bukankah ibu adalah guru pertama seorang anak?

Well, Fatimah putri Rasulullah adalah salah satu contoh dari sekian banyak contoh ibu yang bisa kita teladani. Sebagaimana, Khadijah istri Baginda yang juga punya peran dalam perjuangan Islam. Sosok perempuan yang luar biasa.

Selanjutnya, contoh-contoh ibu hebat lain bertebaran di sekitar kita. Dekat dengan kita. Seperti ibu yang melahirkan kita, membesarkan, dan mendidik kita. Menjadikan kita seperti hari ini.

 

Kenapa Membangun Peran Ibu dalam Membangun Karakter Anak itu Penting?

Aku pernah menyaksikan seorang ibu yang begitu malas bangun pagi, nggak pernah masak dan boros. Ia juga sering berkata kasar, memukuli anaknya, dan nggak pernah mengucapkan rasa sayangnya pada anak-anaknya. Sayangnya, ia cantik dan pandai bergaul. Hingga nggak ada seorang pun yang tahu tentang ini. Kecuali anak-anaknya.

Selanjutnya, anak-anaknya menjadi pribadi yang pendiam dan tidak percaya diri. Mereka juga terlihat nggak terurus. Meski aku nggak tahu, apa yang mereka rasakan.

Berbeda dengan keluarga lain, sosok ibu Dwi yang lembut dan tegas pada anak-anaknya. Meski bekerja, ia selalu menyempatkan untuk memasak dan mengurus keperluan suami dan anak-anaknya. Berdiskusi dan bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan rumah-tangga.

Anak-anak bu Dwi menjadi anak-anak yang ceria dan bersemangat. Mereka mudah diajak kerjasama dan diskusi. Mereka juga aktif di organisasi sekolah dan masyarakat. Gemar membantu orang-orang yang ada di sekitarnya.

Nah, aku membayangkan sebuah negara yang masyarakatnya terdiri dari keluarga-keluarga seperti keluarga bu Dwi atau keluarga Fatimah Azzahra, pasti negara itu akan kuat. Insya Allah. Bukankah negara akan kuat jika keluarganya sejahtera dan bahagia?

 

Diskusi

Peran ibu nggak akan terpisah dari peran anggota keluarga yang lain, karena ibu pun bagian darinya. Artinya, saling menjaga dan membersamai dalam setiap aspek kehidupan akan menjadikan keluarga lebih kuat. Ibu akan jadi lebih bahagia.

Sedangkan ibu yang berbahagia akan menghasilkan keluarga yang bahagia. Karakter mulia yang terbentuk dalam keluarga pun bisa saja tercipta dari proses pembelajaran bersama. Saling mengingatkan dengan cara yang terbaik.

Selamat hari ibu buatmu, ibu. Semoga Allah menolong kita semua. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung. Aamiin,

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Keseruan Kunjungan Industri Jakarta Jogja SMK BLK Bandar Lampung 2022

PERSEPOLIS COMIC REVIEW: The Story of Childhood