The Kite Runner’s Novel Review: When Love Comes Second
Langit
cerah. Biru. Layang-layang di angkasa menari tertiup angin. Anak-anak berlarian
mengejar laying-layang dan tertawa bersama. Seolah nggak ada perbedaan di
antara mereka. Seolah udara, langit, dan tanah yang sama dapat menghilangkan
semua perbedaan yang telah hadir sejak mereka dilahirkan.
Begitulah,
pikiranku membumbung ke udara bersama Amir dan Hasan. Ikut merasakan
kebahagiaan mereka sebagai sahabat. Lalu, aku pun menangis saat kurasakan
ketidakberdayaan Hasan akan kerinduannya pada apa yang tidak ia miliki.
Oya, ini
adalah karya ketiga milik Khaled Hossaini yang kubaca setelah And The Mountains Echoed and A Thousand Splendid Suns. Karya sendu
yang menggambarkan Afganistan sebagai tanah eksotis yang penuh kesedihan. Seperti
ibu yang terus menangis dan berdoa dengan harapan terbaik demi anak-anaknya.
Selanjutnya,
aku menulis The Kite Runner’s Novel
Review: When Love Comes Second. Aku ingin menceritakan kisah tragis tentang
persahabatan, cinta dan kasih sayang yang hadir setelah nang dan namoos (harga
diri dan nama baik). Pilihan yang akhirnya menyisakan kemarahan, penyesalan dan
penebusan dosa sepanjang hayat.
Synopsis The Kite Runner karya Khaled
Hossaini
Bertahun-tahun,
Amir selalu dihantui dosa masa lalu. Dosa yang ia tinggalkan jauh di Kabul dua
puluh tahun yang lalu. Meski, ia nggak mengira dosa itu mengikutinya bersama
sepucuk surat dari Rahim Khan, sahabatnya yang kini tinggal di Pakistan. Rahim
sakit keras.
Enggan. Amir
meninggalkan Amerika. Negara yang kini jadi rumahnya bersama Soraya, istrinya.
Namun, Rahim Khan sakit keras dan ia pun
harus menebus kesalahan masa lalunya. Amir nggak pernah mengira, ada rahasia
besar yang akan membuat hatinya hancur.
Ingatan Amir
melayang pada wajah lembut Hassan. Sahabat pertamanya. Orang yang lebih dari
saudara baginya. Mereka dibesarkan di rumah yang sama di Kabul.
Mereka begitu
dekat. Hingga saat kata pertama Amir adalah Baba, kata pertama Hassan adalah
Amir. Hassan nggak akan menolak apa pun keinginan Amir. A thousand time over. Sayangnya,
kesetiaan Hassan pada Amir nggak berbalas.
Sementara
Ali, ayah Hassan yang merupakan pelayan Baba. Mengurus rumah dan memasak buat
Baba dan Amir. Hassan mengurus kebutuhan Amir. Setiap hari, Hassan merapikan
tempat tidur Amir, menggosok bajunya, dan menyiapkan teh buat Amir. Hassan
melakukannya sambil menggumamkan lagu.
Lalu, Baba
mengantar Amir ke sekolah. Hassan mengerjakan pekerjaan rumah bersama ayahnya. Ia
tidak bersekolah. Sebagaimana etnik Hazara lain, Hasan tidak dapat membaca dan
menulis.
Sepulang
sekolah, Amir dan Hassan akan bermain bersama. Mereka akan menaiki tembok dan
makan buah sambil menatap langit. Hassan senang mendengarkan Amir membacakan
buku cerita buatnya.
Kisah yang
paling Hassan sukai adalah Shahnameh.
Tentang Rashed dan Sohrab yang agung. Kehebatan Rustam dalam menghunuskan
senjata untuk menghancurkan musuhnya. Namun, kehebatan Rustam yang agung nggak
menghindarkannya dari kesedihan akibat membunuh Sohrab yang ternyata adalah
anaknya sendiri.
Terkadang,
Amir menghina kebodohan Hassan. Mengolok-olok ketidakmampuan Hassan dalam
membaca dengan menggunakan kata-kata yang tidak diketahui Hasan. Tentu saja,
Hasan hanya diam. Padahal, Hassan selalu membela Amir saat ada anak-anak yang
mengganggunya.
Sayangnya,
Amir meninggalkan Hassan sendiri. Nggak membela Hassan yang dibully oleh Assef
dan teman-temannya. Bahkan, Amir nggak mengatakan apa-apa pada Baba dan Ali
untuk membela Hassan.
Peristiwa itu
terjadi saat Hassan, yang dikenal sebagai the Kite Runner berhasil mendapatkan layang-layang
biru Amir. Bukti kemenangan Amir dalam turnamen layang-layang di Kabul. Usaha Amir
merebut kasih sayang Baba.
Amir merasa
takut, kesal, dan marah pada dirinya sendiri. Ia merasa sebagai seorang
pengecut dan dihantui rasa bersalah. Dadanya sesak saat ada di dekat Hassan. Ia
berharap Hassan pergi dari rumahnya. Ia memikirkan cara agar Hassan diusir dari
rumahnya.
Penuh air
mata kesedihan, Baba mengantar kepergian Ali dan Hassan ke stasiun. Sejak itu,
Baba menjauh. Amir merasa dirinya adalah kegagalan bagi Baba. Amir nggak tahu
kepergian Ali dan Hasan telah mengubah hidupnya.
Terkadang,
Amir berpikir tentang pilihan yang ia ambil dalam hidupnya. Akankah semua
berbeda jika ia membela Hassan? Akankah Baba bangga padanya? Meski ia nggak
bisa memikirkan Hassan, karena perang. Baba dan Amir melarikan diri ke Amerika.
The Kite Runner’s Novel Review: When
Love Comes Second
Isu yang
diangkat dalam novel The Kite Novel ini adalah tentang cinta. Bagaimana cinta
Baba pada Ali dan Hasan yang menyimpan
misteri bagi Amir. Hingga, Amir sering mempertanyakan cinta Baba padanya.
Amir menyadari,
karena dirinya, ibunya yang cantik meninggal. Ia mengira, hal yang wajar Baba
membencinya. He killed his princess after
all. Baba nggak pernah memanggilnya Amir jan. Panggilan kesayangan pada
seorang anak. Ia hanya memanggilnya ‘Amir’.
Baba, nggak
pernah mengucapkan rasa sayangnya di depannya. Ia juga nggak bangga dengan karya
cerpen pertama Amir. Hanya Rahim Khan dan Hassan yang mendengarkan cerita Amir
dengan antusias.
Aku jadi
berpikir tentang kekosongan seorang anak yang mencari pengakuan dari ayahnya. Penerimaan
tanpa syarat dari orang tua pada anaknya. Hal yang luput dari perhatian Baba.
Mungkin, ini
juga yang membuatnya begitu jealous
pada Hassan yang mendapat hadiah ulang tahun dari Baba. Operasi buat
memperbaiki bibir Hassan. Amir berharap, Baba hanya memperhatikan dirinya saja.
Selanjutnya,
di hari ulang tahun ke tiga belasnya, Amir mendapatkan hadiah buku tulis dari
Rahim Khan dan buku Shahnameh yang baru dari Hassan. Padahal buku Shahnameh
bersampul kulit itu nggak murah.
Berhari-hari
sejak kejadian naas itu, Amir selalu menghindari Hassan. Namun, Hassan masih
memberinya hadiah. Amir merasa kesal dan marah pada Hassan. Ia melempari Hassan
dengan buah delima. Tapi, Hassan tidak juga membalasnya.
Well, aku
mengerti apa yang dirasakan oleh Amir. Perasaan berdosa yang menghimpit dadanya
karena nggak membela Hassan. Ia merasa telah menghianati sahabatnya.
Amir yang
nggak tahan menahan beban, meminta ayahnya untuk mengusir Hassan dan Ali. Ia terkejut
melihat Baba marah. Baba bilang, tempat Hassan adalah di sini, bersama keluarganya.
Inilah
rahasia yang dibeberkan oleh Rahim Khan. Tentang Saunabar, istri Ali, yang
seorang wanita penggoda. Tentang Ali yang ternyata nggak bisa punya anak.
Amir merasa
marah. Hatinya hancur mengingat Hassan, saudaranya. Ingat dengan apa yang ia
lakukan padanya. Perlakuan buruk yang sering menimpa Hassan. Namun, Hassan
selalu tersenyum dan memaafkannya.
Baba
menghianati Ali dengan cara terburuk. Lalu, menutupi semuanya atas nama naang dan namos. Amir nggak bisa
memahami, bagaimana Baba bisa menatap mata Ali setiap hari.
Amir
mengerti, Baba dan dirinya memiliki persamaan. Mereka sama-sama pengkhianat. Menghianati
orang-orang yang mencintai mereka tanpa syarat. Hal yang membebani pundak Amir
dengan tugas untuk memperbaiki kesalahan mereka. Merawat Sohrab, anak Hassan
yang kini di rawat panti asuhan.
Apalagi, Hassan terbunuh oleh tentara Taleban karena ia seorang Hazara. Istri Hassan pun terbunuh pada saat yang sama. Fakta pahit yang menyekat tenggorokan Amir.
Diskusi
Perbedaan sering
dijadikan alasan untuk membenci orang lain. Meski itu dibenarkan atas dalih
nama baik, agama, keturunan, atau status sosial. Hal yang menyakitkan, tapi ini
benar terjadi.
Kebencian tanpa alasan ini juga yang menjadikan Baba buta akan sifat buruk Assef. Baba nggak bisa melihat karena sikap Assef yang terlihat baik di mata orang-orang. Benarlah kata orang, penampilan luar bisa menipumu.
Anyway, buku
yang membuka perbedaan antara etnik Tajik, Hazara, dan Pashtun, atau suni dan siah itu
mungkin bisa memberi insight baru. Bahwa terkadang kita nggak sebaik yang kita
pikir. Kadang kita pun nggak bisa menilai sesuatu, karena mungkin yang kita
ketahui pun masih sangat terbatas. Hanya permukaan saja.
Selanjutnya, perasaan kasih sayang pada orang terdekat seharusnya menjadi pemicu kebaikan yang kita lakukan. Bukan karena bentuk atau yang lain. Kita nggak pernah tahu bahwa (mungkin) kebaikan kecil ini akan jadi penolong kita nanti.
Komentar
Posting Komentar