Gardening: Keep My Feet Muddy
Assalamualaikum,
gaes.
Tabik pun,
Keep your
feet muddy adalah puisi milik Nanao Sakaki. Puisi yang ada dalam buku Coleman
Bark yang membahas tentang puisi Rumi. The Book of Love.
Well, aku
nggak akan membicarakan tentang bagaimana itu cinta ala Sufi. Apalagi ngomongin
tentang sobbet, percakapan mistikal yang berat itu. Aku hanya ingin bicara
tentang hobiku. Gardening: Keep my feet muddy. Berkebun yang menyenangkan.
Meski
begitu, hobi ini mengingatkan aku dengan
puisi Nanao ini. Aku suka dengan puisi ini. Begini bunyinya,
Keep Your Feet Muddy
When you hear dirty story
Wash your ears
When you see ugly staff
Wash your eyes
When you get bad thoughts
Wash your mind
And
Keep your feet muddy
(Nanao Sasaki)
Begitulah,
kupikir, sebaik apa pun kesenangan itu adalah yang terus mengingatkan kita akan
tanah. Bumi ini. Sebagai bentuk rasa cinta kita pada Allah.
Gardening: Kebiasaan atau
Keterpaksaan?
Kalau Aku dalam Dance Dance Dance novel karya
Haruki Murakami yang bercerita tentang pekerjaan yang menyita kehidupannya
hingga ia harus mencari Kiki jauh ke
Sapporo untuk lepas dari beban. Aku, hanya harus ke samping rumah untuk sekedar
melepaskan bebanku. Asyik, ya? Nggak jauh. Tepat di depan mata.
Kebetulan,
di samping rumahku ada sepetak tanah yang cukup subur. Kami sekeluarga senang
menanam apa pun di sana. Pastinya, semua tanaman yang bisa ada dan bisa hidup,
kami tanam. Sebut saja; bonsai, kelor, sirih, bidara, sereh, pisang, mangga,
jambu, dan lain-lain. Bisa dibilang sih, rumahku itu temanya hijau.
Sebagian
teman-teman yang ke rumah pasti akan bengong dan heran. Kata mereka, di tengah
kota kok, kayak di desa. Penuh tanaman.
Di rumahku,
aku biasa menanam tanaman yang kusuka. Mawar, kelor, dan kelor lagi. So, kelor
di rumahku banyak. Sedangkan mawar, hanya sebagian mati. Sisanya sih aku jual.
Lumayan buat jajan.
Menurut
Freud teori, prinsip kesenangan itu adalah rasa yang kuat untuk mencari
pemuasan semua kebutuhan, keinginan, dan
harapan yang impulsive. Bisa dibilang, kekuatan rasa ini bisa bikin kita
melakukan apa pun untuk pemuasan yang datangnya dari luar diri kita. Hal yang
bisa berupa pemenuhan kebutuhan fisik dasar dan primitive manusia.
Pemenuhan
yang bisa jadi nggak berhenti dan kadang nggak masuk akal. Kita bisa ambil
contoh sebutan orang yang gila perempuan, gila bunga, dan bentuk kegilaan lain.
Mungkin ini adalah bentuk pleasure yang nggak dikendalikan.
Oya, kembali
ke alasan kasus keheranan teman-temanku. Aku sih, nggak heran kalau
teman-temanku heran. Sebagian besar rumah di Bandarlampung kan rapat. Jangankan
pohon mangga dan bidara yang besar seperti di depan rumahku, taman kecil aja
jarang yang punya. Semua permukaan tanah habis dipaving atau dibikin taman mini
pakai pot. Terlihat cantik dan kecil-kecil.
Sedangkan di
samping rumahku itu, pohon-pohon ukuran besar yang tumbuh di atas tanah. Yang
paling besar itu pohon mangga. Mungkin lebih dari 7 meter tingginya. Umurnya
juga udah tua banget, lebih dari 25 tahun.
Efek tanaman
besar itu adalah suasana di sekitar rumahku itu adem. Kalau kita duduk-duduk di
depan rumah, kita bisa merasakan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah. Bikin
orang-orang yang datang ke rumah lebih suka nongkrong di depan rumah
dibandingkan di dalam rumah. Lebih adem, kata mereka.
Sayangnya,
pohon mangga yang terlalu besar itu memang sering mengganggu. Saat berbuah, buahnya
sering jatuh ke atap rumah tetangga. Berisik. Belum lagi gentengnya yang pecah.
So, kami harus mengganti gentengnya tersebut. Apa boleh buat.
Selanjutnya,
mungkin nggak akan timbul alasan kenapa aku suka berkebun. Keluargaku semua
suka berkebun. Bapak suka hunting ke hutan untuk mencari bibit tanaman dan
mamam suka nanam bibit sayur yang ia dapat di pasar. Jadilah aku dan
adik-adikku suka berkebun. Kebiasaan. Bukan keterpaksaan.
Kebiasaan,
yang dalam psikologi merupakan pengulangan perilaku yang nggak membutuhkan
pemikiran panjang, bisa jadi perilaku yang menyenangkan. Tentunya, jika aku,
misalnya berkebun dengan senang. Nggak dipaksa. Hingga aku pun mencapai rasa
bahagia.
Ah, jadi
teringat dengan Aku dalam Dance Dance
Dance yang mungkin awalnya menyukai dunia menulis, dan jadi kebiasaan
dengan hobinya itu. Sayangnya, Aku
kemudian merasa hobbinya itu jadi beban. Hingga ia kemudian jadi seperti Big
Snooze. Fake self.
Aku nggak merasa bahagia dengan hobbinya lagi. Nggak bisa
mendapat zona apa yang disebut zen. Hilang. Hanyut dalam perasaan dengan apa
pun yang dihadapi. Your love pouring out into your hobby and you become one.
Seperti pecinta yang mabuk.
Efek yang
tanpa sadar didapat seseorang yang menyukai sesuatu. Seperti seorang temanku
yang bisa nonton drakor berjam-jam. Nggak sadar waktu terlewat begitu saja.
Begitupun
aku, saat berkebun aku bisa lupa. Bisa tenggelam menikmati hijaunya daun di
tanganku. Lembutnya bau mangga di udara saat panen. Aku nggak jadi seorang Big Snooze
saat itu. I think.
Gardening: Sarana untuk Keluar dari
Kondisi Big Snooze
Well,
mungkin kamu bingung dengan pengertian Big Snooze. Nggak usah bingung. Kamu
nggak sendiri!
Dalam buku
You are a Badass, Sincero menjelaskan pengertian dari Big Snooze atau
fake-self. Sincero mengatakan bahwa Big Snooze itu seperti orang yang berada di
zona nyamannya. In her little bubble. Terperangkap di sana. Padahal ia bisa
menjadi awesome dengan keluar dari
zona aman itu. Be a Badass.
Sayangnya,
nggak semua orang rela keluar dari zona nyaman. Apalagi keluar dari pekerjaan
yang jelas-jelas bikin strees dan ditambah bos yang sering melempat kalimat
toxic. Mereka nggak mau lepas dari kenyamanan financial yang sudah ada dan
memulai langkah baru. Alasannya, takut capek. Takut untuk mulai dari nol lagi
dan gagal.
Seperti seorang gardener sukses. Bagas Suratman. Seorang pekerja serabutan yang akhirnya
nekat untuk jadi seorang petani sukses.
Sementara teman
Bagas yang lain masih berkutat bekerja untuk orang lain, toh yang penting bisa
makan. Bagas berani mulai untuk bekerja sendiri meski nggak tahu hasilnya
nanti. Bagas berani mencoba dan akhirnya berhasil.
Ada juga
Sandi Octa, pemuda 26 tahun lulusan S2 IPB yang menggeluti bisnis pertanian.
Penghasilannya rata-rata Rp 500 juta per bulan. Ia menjadi hebat dengan
mengikuti kata hatinya.
Meski banyak
yang mempertanyakan padanya, S2 kok jadi petani? Sandi menjelaskan bahwa ia
ingin merubah paradigma terhadap petani yang lecek, kucel, dan rugi terus. Saat
kita dapat mengatur dengan baik, plus keilmuwan yang memadai, kita bisa
menjadikan bisnis pertanian sebagai bisnis seksi yang menggiurkan.
Nah, menurutku
sih, Sandi Octa ini termasuk anak muda yang berani keluar dari posisi Big
Snooze. Nggak mau semata mencari affirmasi dari orang lain sebagai orang hebat.
Sandi memilih pekerjaan yang ia sukai. Petani.
Anyway,
gardening ini hanyalah salah satu pekerjaan down to earth yang bikin kita nggak
akan lupa dengan bumi. Apa yang kita tanam, itulah yang kita petik. Pekerjaan yang
selalu mengingatkan untuk menjaga alam.
Diskusi
Pilihan bekerja
menjadi karyawan atau bekerja sendiri adalah kekayaan bagi orang-orang yang
memiliki kemampuan. Skill yang dibutuhkan orang lain. Apa pun yang dipilih,
nggak ada yang tanpa risiko.
Namun,
kreativitas manusia dan inovasi teknologi yang terus berubah dengan cepat menciptakan
persaingan yang massif di seluruh dunia. Dunia yang besar namun kecil. Thanks to
teknologi.
So, gaes? Kamu
pilih yang mana? Being employee or owner of your own business? No worry! Apa pun pilihanmu, yakin aja bahwa kamu yang
terbaik karena kamu sudah berusaha sebaik yang kamu bisa.
Salam sayang.
Komentar
Posting Komentar