Kenapa Kita Terbiasa Membuang Sampah Sembarangan?
Ngomongin tentang Kenapa kita terbiasa membuang sampah sembarangan adalah pembicaraan yang bikin aku sering kesel sendiri. Ini terjadi saat aku melihat seorang teman yang dengan santainya buang sampah di kali di dekat rumahku. Ia nggak merasa bersalah.
Saat kutanya, ia hanya bilang, “Kenapa
repot-repot? Kan sampahnya terbawa air. Nggak mengganggu kamu kan?” Mendengar
jawabannya, rasanya aku ingin menyeretnya ke kawasan banjir. Biar matanya
terbuka!
Kekesalanku rasanya makin memuncak saat aku lihat mbak-mbak cantik melempar bungkusan sampah di pinggir jalan. Persis di depan mataku. Lalu, ia berlalu begitu saja dengan manisnya. Kulihat sampahnya tercampur jadi satu, baik sampah basah dan keringnya.
Rasanya, ingin kuambil bungkusan sampah
itu dan kulempar ke depan mukanya! Kesal aku!
Aku heran sekali melihat mbak-mbak itu. Padahal, kulihat ia
seperti orang yang berpendidikan dan terpelajar. Aku yakin bahwa ia bisa
membaca dan menulis. Ia pasti tahu bahwa membuang sampah di pinggir jalan itu
melanggar hukum. Bukankah ia tahu membuang sampah sembarangan itu merusak
pemandangan dan merugikan orang lain?
Kenapa kita terbiasa membuang sampah sembarangan?
Aku penasaran dengan alasan sebagian dari kita membuang sampah sembarangan. Lalu, aku pun menanyakan pada beberapa temanku yang kebetulan melakukan aktivitas ini. Tentu saja, aku nggak menunjukkan rasa kesalku atas kebiasaan buruknya ini.
Aku menanyakan alasan mereka sambil
berusaha menempatkan diriku di posisi mereka. Mungkin, dengan pemahamanku ini,
aku bisa mengajak mereka untuk merubah kebiasaan nggak baik ini.
“Mbak, dari dulu orang-orang membuang sampah di kali ini.
Nggak ada masalah. Sampahnya kan terbawa air jauh dari rumah kita.” kata
temanku itu.
Lalu kutanya padanya, ”Lalu,
gimana nasib orang-orang yang tinggal di daerah yang lebih rendah?” Ia nggak
menjawab pertanyaanku. Aku pikir ia berubah gara-gara ngobrol denganku. Eh,
nggak tahunya ia masih melakukan aktivitas ini. Gemes rasanya!
Aku mengerutkan dahiku. “Jadi, kalau tetangga kita nyemplung sumur, kita ikut?”
Wajah temanku memerah. Setengah membela diri, ia menjawab,”
Tapi, ibu guru yang tinggal di pertigaan itu pun buang sampah di kali juga.”
Aku menghela napasku. Nggak tahu harus ngomong apa lagi.
Sayang, hanya beberapa yang ingin ikut. Padahal potensi seorang guru seharusnya dikuatkan. Ya, kan? Apalagi isu tentang
bahaya sampah adalah isu penting yang harus diketahui.
Aku jadi berpikir, bagsimana cara seorang guru memberikan contoh pada murid-muridnya? Pertanyaan yang kukembalikan pada diriku sendiri. Kadang, aku
jadi malu sendiri. Rasa yang bikin aku terpacu untuk belajar dan menyampaikan
pada muridku tentang bahaya membuang sampah sembarangan ini.
Kalau ditanya alasannya, ia hanya mengangkat bahu tak peduli.
Bahkan ada yang menjawab sambil lalu dengan senyum manisnya. Seakan perbuatannya
itu nggak salah. Seolah perbuatannya itu nggak merugikan orang banyak.
Kupikir, orang-orang seperti ini yang perlu dihukum dengan membantu membersihkan sampah di kali atau menjadi petugas sampah sukarela selama seminggu. Atau tinggal bareng dan membantu pemulung bertugas selama seminggu di rumahnya.
Mungkin dengan hukuman sosial itu, mereka akan kapok. Sebab,
menurutku, denda uang nggak menjadikan seseorang merasakan pengalaman bergaul
dengan sampah.
Gimana caranya memahami tentang sampah?
Sampah adalah material atau sisa produk yang nggak bisa digunakan
lagi. Seperti, sisa makanan, plastik atau kaleng pembungkus, dan sisa-sisa
kegiatan manusia yang nggak punya nilai ekonomis. Produk yang terbuang.
Beda dengan di alam bebas atau di hutan, sampah itu nggak
ada. Semua produk yang tercipta di hutan dapat diolah oleh hutan secara alami. Seperti,
dedaunan akan hancur oleh tanah, sisa atau bangkai binatang akan dimakan
binatang lain, dan seterusnya.
Sementara masyaraka modern menghasilkan sampah berton-ton
dalam setahun. Menurut data, jumlah timbunan sampah di Indonesia tahun 2020
sekitar 67, 8 juta ton. Jumlah yang akan terus bertambah mengingat angka
konsumsi masyarakat Indonesia yang makin meningkat.
Timbunan sampah rumah tangga per hari sebesar 0,271 kg/ orang. Satu keluarga berjumlah empat orang akan menghasilkan sampah rumah tangga sekitar 3 kg.
Dalam obrolan tentang sampah, Mbak Dewi Lestari bilang, "Kita bisa menghasilkan sampah sekitar 3 – 5 kg sampah per hari."
Ia mengatakan, "Paling tidak, kita bertanggungjawab dengan sampah kita sendiri. Termasuk memisahkan sampah sesuai jenisnya."
"Saya sih memisahkan sampah di rumah menjadi dua bagian, yaitu: sampah basah dan kering," katanya lagi.
So, gimana sih mengenal sampah?
Kita perlu mengetahui cara sederhana untuk memahami tentang sampah dengan cara mengetahui pengertian, jenis, asal, bahaya, dan kegunaan sampah.
Kupikir, dengan mengetahui tentang sampah, kita akan lebih menyadari
bahwa sampah yang dikelola dengan baik akan menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat.
Pengertian sampah
Sebenarnya, konsep sampah sebagai material yang nggak
bermanfaat bisa dirubah dengan manajemen pengelolaan sampah yang benar. Seperti
sampah plastic, yang dapat direcycle menjadi produk lain seperti pot bunga, kursi, baju atau tas.
Gerakan Plastic Reborn yang digalakkan sejak tahun 2018 merupakan concern Coca Cola yang menggandeng anak-anak muda dari berbagai daerah untuk bergerak mengatasi masalah sampah di Indonesia.
Dalam acara Kick
Andi show di hari Sampah kemarin, pihak Coca Cola menjelaskan tentang gimana mengubah mindset
masyarakat tentang konsep plastik sebagai bukan sampah, tapi sebagai barang yang
bisa diolah kembali dan memiliki nilai ekonomis.
Jenis sampah
Kita pun perlu mengetahui beberapa jenis sampah yang umum di masyarakat, seperti : sampah cair, berbahaya, medis, elektrik, daur ulang, bangunan, dan hijau. Jenis-jenis sampah tersebut dapat memiliki nilai tambah dan manfaat, jika kita kelola dengan baik.
Meskipun, ada beberapa jenis sampah
yang pengelolaannya harus dilakukan oleh tenaga ahli disebabkan jenisnya yang
berbahaya bagi kesehatan kita, seperti: sampah kimia, medis, atau sampah
beracun.
Sedangkan sampah daur ulang, seperti plastik dapat memberi
nilai ekonomis bagi kita. Begitupun sampah makanan yang dikelola baik akan
menghasilkan uang, seperti bisnis ulat maggot yang menggunakan sampah sebagai pakannya. Bisnis
menggiurkan yang dikembangkan oleh Omah Maggot Jogja ini bisa jadi solusi
menangani masalah sampah.
Bahaya sampah
Selain mengganggu pemandangan, bau busuk yang mengganggu dan lalat-lalat yang berterbangan dari tumpukan sampah di selokan dapat mengakibatkan banjir. Di daerah Permata Biru Sukarame Bandarlampung, banjir
adalah peristiwa rutin yang pasti terjadi. Ini akibat sampah yang menumpuk di
selokan, nggak adanya drainase air yang memadai, dan nggak ada ruang hijau yang
jadi tanah resapan air menjadi penyebab banjir ini.
Aku masih ingat, temanku Soneta yang datang ke sekolah
terlambat karena banjir. Katanya, jalanan macet dan petugas harus membersihkan
selokan dari sampah. Dan, yang menyedihkan adalah ada seorang korban meninggal
yang ditemukan terseret air. Ia tersangkut sampah-sampah yang menumpuk. Tubuhnya
sudah terlihat menggembung. Menyedihkan sekali.
Di tengah banjir, orang-orang yang terjebak macet berusaha menolong korban meninggal itu. Aku sih nggak bisa membayangkan perasaan keluarga korban.
Sonata mengatakan kalau banjir sudah mencapai lutut orang dewasa. Untungnya, masih ada sepetak sawah kecil di dekat rumahnya yang belum dibuat bangunan. Jadi, air akan mengair ke sawah itu.
Lalu, dalam beberapa jam
air akan surut. “Entah gimana nasib Permata Biru kalau sawah itu dijadikan
bangunan,” kata Soneta.
Manfaat sampah
Dalam acara Kick Andi, beberapa pembicara yang merupakan
start up muda yang mengembangkan bisnis sampah, seperti: mall sampah oleh Adi
Syaefullah yang bekerja sama dengan 350 pengepul sampah di Makasar. Usaha Adi
yang awalnya dianggap sebelah mata itu kini menghasilkan uang dan dapat
membantu pemulung-pemulung sampah yang ada di Makasar.
So, bisa disimpulkan bahwa tata kelola sampah yang baik dan benar akan menghasilkan nilai lebih dan manfaat bagi masyarakat. Apalagi diketahui bahwa perputaran uang di bisnis sampah sekarang bisa mencapai sekitar Rp2 Milyar.
Angka yang bisa terus meningkat dengan makin banyaknya warga
milenial yang terjun ke bisnis sampah, seperti: ulat maggot, mall sampah, dan bank
sampah.
Nah, gimana dengan kamu? Apa yang telah kamu lakukan untuk
membantu menanggulangi masalah sampah di sekitarmu? Masih mau mengikuti
kebiasaan membuang sampah sembarangan? Yuk, tulis upayamu selama ini.
Aku juga paling kesel sama yang masih suka buang sampah sembarangan. Padahal yang rugi nanti kita juga, banjir dimana-mana, sungai kotor
BalasHapusIya, mbak ..kesadaran untuk membuang, memilah, dan mendaur ulang sampah masih pr besar buat kita ya, Mbak Ajeng..
HapusAku dulu gak aware dengan sampah namun semakin kesini agak peduli ya. Karena memang walau ada pemerintah yang menghandle namun kita jg harus memulai dari diri sendiri
BalasHapusiya, mbak Maria. Kita harus mulai aware dengan sampah supaya hidup lebih nyaman..
Hapus