Who Am I? Do I Know Me?
Pernah baca buku Burmese
Day karya George Orwell? Kisah tentang U Pho Kyin yang bersumpah untuk hidup
seperti orang Eropa yang ia kagumi semasa kanak-kanak. Ia pun berusaha memenuhi
ambisinya dengan segala cara.
U Pho Kyin menghalalkan apa pun demi meraih mimpinya. Ia tega
membunuh, menyiksa, dan mencuri. Bahkan memperkosa gadis-gadis demi
kesenangannya. Ia ingin menyerupai orang-orang yang ia kagumi.
Sifat U Pho Kyin yang membuatku berpikir tentang diriku. Perenungan tentang Who Am I? Do I Know Me? Kekhawatiran terdalamku adalah bahwa sifat U Pho Kyin bisa jadi refleksi dari sifat manusia pada umumnya.
Who am I?
Dalam bukunya Who am I
karya Richard Walker dikatakan bahwa setiap orang itu unik. Kita adalah
manusia yang dibandingkan dengan spesies binatang lain, memiliki otak besar yang
memungkinkan kita untuk beradaptasi dan mengeksploitasi lingkungan yang
berbeda. Kita juga memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bersosialisasi, creative dan berbudaya, hingga kita bisa
mencapai kesuksesan.
Kemampuan mengenal diri ini dapat dicapai dengan belajar
menggali kemampuan diri dan meningkatkan kelebihan kita sebagai seorang pribadi
yang istimewa. Sebuah usaha yang butuh konsistensi. Indeed, ini bukanlah seperti walking
in the park. Nggak mudah. Berdarah-darah dan menguras air mata.
Namun, proses mengenal diri adalah suatu perjalanan materi
dan immateri yang harus kita jalani. Kita melibatkan nggak hanya jiwa, tapi
juga raga dalam menempuh perjalanan ini. Seperti kisah pendiri Ali Baba, Jack
Ma yang sukses dalam membangun kerajaan bisnisnya karena ia telah mengetahui
dirinya.
Aku pun menjalani proses megenal diriku dengan susah payah.
Maksudku, aku merasa baru menyadari tentang diriku dan apa yang kuinginkan
dalam hidupku ini. Rasanya seperti bangun dari tidur yang panjang.
Nope, aku nggak bilang kalau aku nggak memahami diriku
sebagai mahluk Tuhan yang memiliki kewajiban spiritual untuk menyembah Tuhan. Maksudku
adalah bahwa aku baru sadar kalau aku menyukai dunia menulis. Dunia yang
membebaskanku untuk mencurahkan isi hatiku dan mengekspresikannya dalam bentuk
kata.
Pengenalan diri ini sungguh melegakan diriku. Serasa ada
sedikit beban di pundak yang terangkat sejak aku memahami bagian dari diriku
ini. Mungkin segarnya udara saat pagi pun mengalahkan kelegaan hatiku ini.
Proses mengenal bagian diriku ini bukan proses instan yang
tiba-tiba hadir di benak, tapi proses perenungan dan obrolan yang panjang
dengan Rika, seorang teman blogger. Ia melihat hasil tulisan kecilku di sebuah
media sosial. Ia bilang bahwa tulisanku itu bagus dan menganjurkanku untuk
gabung di komunitas blogger.
Butuh waktu lama bagiku untuk mempertimbangkan anjuran Rika,
hingga aku memutuskan untuk gabung di komunitas odop di tahun 2019. Aku
tergabung dalam Batch 7 dan bertemu dengan banyak orang dengan hobi sama,
menulis. Komunitas yang medorong semangatku untuk mulai belajar menulis.
Perlahan, aku belajar menuangkan apa yang kurasakan dan
kupikirkan. Meski aku masih merasa bahwa tulisanku itu kaku dan belum bernyawa,
aku nggak putus asa. Aku yakin, dengan terus menulis, aku akan jadi lebih baik.
Do I know me?
Dalam buku Who am I? yang
kubaca, diceritakan tentang bagaimana otak mengonsumsi sekitar 20% energy yang
dihasilkan tubuh. Artinya, otak memberi kontribusi besar bagi tubuh manusia
dalam aktivitas sehari-hari karena fungsi vitalnya dalam hidup kita.
Ternyata, bentuk fisik otak yang hanya terdiri dari 2% dari
berat tubuh kita, nggak mengecilkan fungsinya dalam menggerakkan seluruh tubuh
kita. Sekitar 100 juta sel syaraf yang disebut neuron yang membuat dan mengirim
impulse syaraf listrik.
Setiap neuron terhubung dengan ribuan neuron lain. Jaringan
kerja raksasa neuron ini bergerak terus-menerus dengan jutaan electrical and
chemical signal yang memberi kekuatan pada otak.
Otak memberi respon atas informasi dari dalam dan luar tubuh
kita dan memberi instruksi. Bagian terbesar dari otak, cerebrum memiliki banyak
tugas seperti berpikir, menciptakan perasaan, dan bertindak. Sedangkan bagian
terkecil dari otak, cerebellum, bertugas untuk memastikan bahwa gerakan kita
terkoordinasi dengan baik.
Penelitian tentang otak manusia telah berlangsung selama
ribuan tahun. Beberapa penemuan telah berhasil didapatkan. Namun, masih banyak
misteri yang belum diketahui tentang otak manusia.
Nah, begitu pun tentang diri kita ini. Kupikir, kita harus
terus belajar untuk memahami tentang diri kita. Menggali kemampuan diri dan
nggak lekas berpuas diri dengan kemampuan dan pencapaian yang sudah kita dapat
hingga kita merasa sudah cukup pintar dan hebat. Lalu, berhenti belajar.
Keadaan yang nggak ingin aku raih.
Pertanyaan tentang Do I
know me? yang menggangguku ini kupikir adalah trigger buat terus menulis. Kesadaran pahit bahwa aku masih belum
mengenal diriku akan menjadikan aku mawas diri. Mengerti bahwa aku adalah
bagian dari ‘pertanyaan’ yang akan terus ada untuk dijawab dan dipecahkan.
Memahami kenapa diriku introvert, pendiam, atau pemalu yang
merupakan pertanyaan yang kupahami, lalu kuterima jawabannya dengan besar hati.
Kesadaran bahwa jawaban yang negative atau positif yang kita terima itu
tergantung persepsi kita melihat dunia.
Standar tentang sesuatu negative, positif, baik, dan buruk
itu pun diproses otak berdasarkan apa yang kita pelajari dalam kehidupan kita.
Seperti buku Animal farm yang ditolak di beberapa negara karena persepsi benar
dan salah yang berbeda.
So, aku akan berusaha untuk terus belajar sekuat tenaga agar
aku memiliki pemikiran yang lebih luas dan terbuka terhadap hal yang belum
kupahami. Menulis apa pun yang kupikir dan kurasa agar aku dapat mengajak orang
lain untuk berpikir dan merasakan bersama-sama. Nggak peduli seburuk apa pun
tulisanku hari ini, aku yakin bahwa ini pun adalah proses belajarku. Aku yakin
itu.
Komentar
Posting Komentar