Intermittent Explosive Disorder dalam Searching for Faith Novel
Pernah mendengar tentang kisah pembunuh yang menderita Intermittent Explosive Disorder atau IED? Penyakit yang bisa mengakibatkan
penderitanya melakukan tindakan tercela tanpa perikemanusiaan.
Kisah tragis dalam novel Searching for Faith karya Kristen Middleton menceritakan tentang
bagaimana seorang penderita IED berpikir
dan bertindak, hingga ia mampu melakukan pembunuhan terhadap korban-korbannya.
Apa
sih Intermittent Explosive Disorder?
Aku baru tahu tentang IED setelah membaca novel Searching for Faith. Novel ini memberi
insight padaku tentang penderita Intermittent
Explosive Disorder yang melakukan pembunuhan berantai atas beberapa anak perempuan yang berusia antara 6 sampai 7 tahun.
IED adalah penyakit mental yang belum banyak
orang ketahui. Berbeda dengan bipolar, mood disorder, ADHD, dan F20 yang sudah banyak orang ketahui. IED
ditandai dengan episode kemarahan yang nggak terkontrol. Biasanya disebut
dengan flying into a rage without a
reason (marah secara tiba-tiba tanpa alasan).
Seperti mental illness yang lain, IED pun belum
ditemukan obatnya. Untuk hidup dengan baik, penderita Intermittent Explosive Disorder harus
menjalani rehabilitasi dan perawatan dokter. Biasanya, pasien akan diberikan
pengobatan anti depressant untuk mengontrol emosinya.
Menurut data, diperkirakan sekitar satu dari
tujuh orang akan terindikasi IED selama hidup mereka.
Apa
Penyebab Intermittent Explosive Disorder?
Faktor penyebab penyakit Intermittent Explosive
Disorder belum diketahui. Ada yang menyatakan bahwa IED disebabkan oleh faktor
lingkungan dan biologi. Sebagian besar penderita diketahui tumbuh di lingkungan
keluarga yang keras dan kasar dalam bertutur. Meraka juga sering mengalami
kekerasan dalam keluarga.
Nah, beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya IED adalah
- Komponen genetic
- Terekspos dengan kekerasan verbal dan kekerasan fisik saat masih kanak-kanak
- Brain chemistry (level serotonim) mempengaruhi timbulnya disorder
- Mengalami peristiwa yang traumatic saat kanak-kanak
- A history of mental health disorder, termasuk Attention Defisit Hyperactivity Disorder (ADHD), antisocial disorder, borderline personality disorder
- Sekitar 82% dari penderita IED memiliki masalah depresi, anxiety, atau substance abuse disorder.
Apa
Tanda-tanda Intermittent Explosive Disorder?
Intermittent Explosive Disorder akan menunjukkan
tanda-tanda seperti seorang dewasa yang tantrum. Melempar barang, marah tanpa
sebab, marah-marah di jalan, berkelahi tanpa alasan, dan kekerasan dalam keluarga
adalah contoh IED.
Kemarahan akan meledak-ledak selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu, penderita akan merasa lega – dan diikuti dengan rasa menyesal dan malu.
How
to Treat with Intermittent Explosive Disorder
Pengobatan mental illness yang terbaik adalah
perhatian dan kasih sayang keluarga. Karena, keluargalah yang akan selalu
mengingatkan penderita IED untuk terus menjalani pengobatannya. Apalagi, pasien
harus terus menjalani pengobatan seumur hidupnya.
Dengan cinta yang besar dari keluarga, aku yakin
penderita dapat hidup terhormat layaknya manusia normal lain. Aku pun pernah
membaca tentang banyak penulis dan orang besar
penderita mental illness dapat sukses menjalani kehidupan bahagianya
berkat keluarga yang mencintai mereka apa adanya.
Perawatan IED dapat dilakukan dengan kombinasi
terapi cognitive behavior, yaitu:
- Relaxation training
- Merubah cara pikir
- Coping skills training
- Pengobatan
Pengobatan menggunakan fluoxetine biasa digunakan
bagi penderita IED. Jika pengobatan menggunakan fluoxetine gagal, penderita
direkomendasikan phenytoin, oxcarbazebine atau carbamazepine.
Secara umum pengobatan sih, aku pernah membaca resep
obat penderita mental illness ya berisi anti depressant, anticolvusant,
antianxiety, dan mood regulator. Kalau kondisi kronis tapi masih dapat diatasi,
obatnya masih dalam bentuk pil. Bagi yang berat banget, obat biasanya langsung
disuntikkan ke pasien.
Bentuk
Aktivitas Intermittent Explosive Disorder dalam Searching for Faith Novel
Kalau kamu mengira seseorang dengan Intermittent Explosive Disorder nggak
bisa menjadi anggota masyarakat yang baik, kamu salah! Mereka bisa jadi warga
biasa dan memiliki pekerjaan yang terhormat.
Aku sih mengambil contoh seperti adikku yang
mengidap F20 aka Schiophrenia. Ia bisa beraktivitas biasa dengan perawatan obat
sesuai anjuran dokter. Begitu pun dengan penderita Intermittent Explosive Disorder atau IED yang ada di novel ini, ia bisa mengendalikan dirinya dengan
mengkonsumsi obatnya secara teratur.
Sayangnya, ia sering lupa untuk meminum pilnya
hingga ia nggak bisa mengendalikan emosinya. Perasaan sedih, putus asa, kecewa,
dan marah yang muncul membuat ia kehilangan semua orang terdekatnya. Termasuk istrinya,
Barbara yang pergi membawa putri kesayangannya, Faith. Ia marah dan bertekad
untuk mencari Faith bagaimana pun
caranya.
Dalam kemarahan dan keputusasaannya, ia menculik
gadis-gadis kecil. Di mata dan pikirannya, gadis-gadis kecil itu adalah Faith. Namun, saat ia menyadari gadis
kecil itu bukan Faith, dengan
terpaksa ia membunuhnya. Dan, menyalahkan
aksinya pada Barbara, istrinya yang kabur.
Sinopsis
Searching for Faith Novel
Kisah ini dimulai dengan rencana penculikan yang
akan dilakukan oleh seorang pria di sebuah taman. Pria itu sudah merencanakan
segalanya. Ia juga telah mengamati rutinitas calon korbannya agar rencananya
berhasil dengan sempurna.
Kesempatan yang ia tunggu pun datang. Pria itu
berhasil menculik gadis kecil yang ia incar berminggu-minggu. Amy, gadis kecil cantik
berusia 7 tahun berambut pirang dengan mata yang sama dengannya. Pria itu yakin
Faith telah dicuci otaknya. Nanti, saat ia berhasil membawanya pergi ke Alaska,
mereka berdua pasti akan bahagia lagi. Ia akan menjadi ayah terbaik bagi Faith,
gadis kecil kesayangannya.
Pria itu begitu membenci istrinya. Karena istrinya,
ia harus menculik dan membunuh dua gadis kecil sebelumnya. Ia terpaksa
melakukannya karena mereka telah melihat wajah aslinya. Ia nggak ingin mendekam
di penjara.
Sementara itu, seorang psycic yang bernama Carissa
Jones telah tiba di Goosebury Falls State Park, Minnesota. Carissa menempuh
perjalanan jauh dari rumahnya karena premonition
(gambaran tentang masa depan) tentang seorang gadis kecil yang akan diculik di
tempat itu.
Carissa bertemu dengan Alex, penjaga hutan yang
kemudian membantunya menyelesaikan misinya. Sayangnya, mereka nggak bisa
menyelamatkan Amy. Gadis kecil itu ditemukan mati terbunuh dalam kondisi
menyedihkan. Hati Carissa hancur.
Namun, penculik dan pembunuh berantai ini masih
berkeliaran di sana. Carissa nggak akan tinggal diam. Apalagi, seorang gadis
kecil lain bernama Chloe pun kini menjadi korban penculikan. Carissa bertekad
untuk menemukan pelakunya.
Titik terang akhirnya ditemukan. Mereka berhasil
memperoleh nama dari pelaku penculik Chloe. Tanpa ragu, Carissa mengejar
tersangka. Ia nggak menyangka bahwa usahanya begitu sulit. Hampir saja Chloe
terbunuh masuk ke dalam jurang. Untung saja Maisie, seekor anjing kecil
peliharaan si pelaku berrhasil menolong Chloe. Namun, Chloe belum lepas dari
bahaya.
Bagaimana nasib Chloe? Apakah ia selamat? Lalu,
siapakah pelaku penculik dan pembunuh gadis-gadis kecil itu sebenarnya?
Review
Searching for Faith Novel karya Kristen Middleton
Membaca kisah ini mungkin mengingatkan aku dengan
novel Sherlock Holmes. Menegangkan. Bikin aku nggak berhenti membacanya sampai
tuntas. Padahal aku biasanya lebih suka membaca romance. Meski belakangan ini aku
juga membaca hisfic, seperti Burmese Days, Down and out in Paris and London, Persepolis,
dan lain-lain.
Berbeda dengan novel-novel yang pernah aku baca,
novel Searching for Faith memberi gambaran vivid tentang seseorang yang punya masalah mental serius. Selain itu, gaya bahasanya pun mengalir dan mudah dipahami. Apalagi
buat aku yang suka dengan light reading.
Melalui novel ini, kita bisa lebih memahami tentang
manusia dan sisi lain yang tertimbun jauh di dalam hati. Artinya, kita nggak
bisa menduga tentang sifat dan kepribadian seseorang tanpa mengenalnya dengan
lebih dalam.
Prinsip kehati-hatian dalam bertindak dan mempercayai
seseorang adalah hal yang diisyaratkan dalam novel ini. Meski kita harus tetap
mempercayai sisi baik dalam diri manusia, kita nggak boleh percaya seratus
persen. Apalagi menyangkut keselamatan seorang anak.
So, buat kamu yang suka membaca buku dengan tema
psikologi, novel fiksi ini mungkin bisa jadi bacaan awal buat kamu. Ringan dan
happy ending! Nggak percaya? Yuk, baca!
#RCO9
#OneDayOnePost
#ReadingChallengeOdop9
Sumber data
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17786-intermittent-explosive-disorder
Honestly, saya baru tahu tentang intermittent explosive disorder. Luar biasa, betapa perkembangan mental kita banyak dipengaruhi hal-hal dari lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi pola pikir dan kesehatan mental kita.
BalasHapusNovelnya pasti keren nih kak Yoha, bisa mengangakat tema kesehatan mental
Well, ini light reading sih..jadi aku bisa habis sekali baca. Yang berat itu pesannya. Gimana kita harus sayang dengan orang sekitar kita. Nggak melulu ngeliatin gawai ^^
HapusBaru tahu juga soal Intermittent explosive disorder ini, wah nambah wawasan lagi. Jadi pengen baca juga novelnya 😁
BalasHapusLight reading kok mbak Fitri .. pasti santai bacanya^^
HapusNgeri ya, apakah orang yang pemarah akut bisa dikategorikan IED Kak?
BalasHapusKalau menurut penelitian, hal itu bisa terjadi. Tapi, konsultasi ke dokter adalah solusi terbaik jika kita merasa punya masalah tersebut..
HapusSemakin banyak aja nih masalah kesehatan mental di masyarakat, kenapa ya?
BalasHapusPenyebab pastinya, belum diketahui dan masih diteliti. Tapi, beratnya tuntutan hidup (bukan rindu) dan lingkungan yg nggak sehat (secara mental) bikin penyakit ini hadir.
HapusMungkin, ini pun pengingat bahwa kita harus saling peduli dengan sesama..
Menurut pendapatku problem kesehatan mental kalau ditelisik ke belakang ujung-ujung berada pada kekecewaan dengan berbagai kasus yang terus dipendam dan Aku baru tahu tentang IED mbak Yoha
BalasHapusAku nggak tahu, sih.. Sebenarnya kasus kesehatan mental ini sudah dari dulu ada. Hanya saja, eksposure dari media dan penanganan yg masif membuat kita makin sadar bahwa penyakit ini ada. Dulu, kan penyintas cenderung disembunyikan oleh keluarga..dan belum tertangani seperti sekarang..
HapusBener bangett mbaa pengobatan terbaik emang dari keluarga yaaa. Kalau engga, bakal susah malahan healingnya
BalasHapusIya, mbak Han. Aku pernah lihat dan saksikan sendiri penyintas yg sudah pulih berkat pengobatan rutin dan bisa aktivitas normal. Contohnya sih, adikku sendiri yg penyintas F20..
HapusSaya baru tahu nih soal IED. Wah, kalau sudah begini, belajar parenting dan memberikan lingkungan yang baik untuk anak itu penting ya. Bisa jadi kesalahan yang nggak disengaja orang tua bisa membuat anak jadi trauma dan timbul hal-hal yang nggak diinginkan.
BalasHapusSetuju, Kak Niki. Belajar parenting itu sudah jadi kebutuhan, ya ..agar kita bisa mendidik anak dengan cara terbaik..
HapusTerima kasih sudah mampir kak
Bener-bener ilmu baru mba. Terima kasih untuk menambah wawasan pembacanya. Kadang hal seperti ini luput dari radar awareness kita.
BalasHapusIya Kak. Awareness tentang mental health emang harus dihadirkan, ya Kak.
HapusTerima kasih kembali, Kak..