Jalan Busur Panah: The Archer Paulo Coelho
Kemarin, aku mendengarkan Oase Ramadhan tentang amalan penghapus dosa. Bagaimana kita melakukan amalan baik secara konsisten. Istiqomah.
Kualitas diri yang terhubung dengan sifat sabar. Kualitas yang dimiliki oleh seorang pemanah. The Archer.
Sifat pemanah yang bikin aku tertarik dengan Jalan Busur Panah The Archer karya Paulo Coelho. Penulis asal Brazil yang terkenal lewat bukunya The Alchemist.
Kenapa aku membaca Jalan Busur Panah The Archer?
Ah, aku tahu kalau kamu pasti membayangkan seorang pemanah dengan busur dan anak panah. Senjata kuno yang butuh lebih dari sekedar keahlian untuk menguasainya.
Seperti ucapan Tetsuya pada pemanah asing yang menantang skill memanahnya. Pemanah asing itu begitu kompeten. Tapi, ia gagal mengalahkan Tetsuya. Ia belum bisa mengontrol pikirannya.
Kenapa?
Saat tenang, ia mampu mencapai target. Namun, saat ia harus berdiri di atas jembatan yang bergoyang, anak panahnya gagal mencapai target.
Padahal, kata Tetsuya, dalam hidup kita sering nggak bisa memilih waktu dan jalan yang harus kita tempuh. Namun, kita harus tetap mencapai target.
Jalan Busur Panah The Archer
Aku begitu terkesan saat membaca buku The Archer karya Paulo Coelho, karena konsep berpikir Tetsuya tentang the way of bow. It intrigues me.
Carilah sekutumu
Saat mambaca Carilah sekutumu, sebagian besar dari kita pasti berpikir untuk mencari teman yang seperti kita. Misal, seorang blogger bertema hanya dengan blogger. Bukan. Bukah itu maksud Tetsuya.
Justru, teman yang berbeda dengan kita akan membuat kualitas diri teruji. Kita akan jadi lebih baik dari diri kita sekarang. Saling melengkapi.
Penulis, Paulo Coelho menuliskan beberapa hal penting tentang seorang pemanah dalam buku ini. Ia menyebut tiga hal penting, seperti: busur panah, panah, dan target.
Okey, pasti kamu sedikit kepo ya. Yuk, baca sinopsisnya.
Sinopsis The Archer karya Paulo Coelho
Kisah dimulai dengan seorang asing yang menemui Tetsuya. Seorang pemanah legendaris. Orang asing ini ingin menantang Tetsuya beradu keahlian memanah.
Awalnya, Tetsuya nggak ingin memenuhi tantangan tersebut. Namun, orang asing itu bersikeras dan menyanggupi syarat Tetsuya.
Tetsuya nggak mau jati dirinya terungkap.
Orang asing itu pun membidikkan panah dengan busur panahnya dan berhasil mencapai target.
Namun, orang asing tersebut gagal mencapai target saat Tetsuya mengajaknya untuk membidikkan panahnya di atas gunung, di atas sebuah jembatan. Padahal, jarah panah dan target kurang dari target sebelumnya.
Setelah mendapatkan penjelasan Tetsuya, orang asing itu pergi sesuai janjinya. Sementara anak muda yang biasa mengenal Tetsuya sebagai si tukang kayu, memandang Tetsuya dengan kagum. Ia meminta Tetsuya untuk menjadi gurunya.
Tetsuya teesenyum dan menjawab bahwa apa yang ia ajarkan hanya memakan waktu selama perjalanan mereka pulang ke pondoknya.
Selain mengajarkan anak muda itu tentang jalan busur panah, Tetsuya ingin sekali mengenalkan kematian yang dekat dengan kehidupan. Hanya usia muda teman perjalanannya itu saja yang menahan lidahnya untuk bercerita.
Kesimpulan
Pilosofi the way of a bow ini mengingatkan kita tentang hidup. Tentang seorang pemanah dan hubungannya dengan busur panah.
Aku sih merasa bahwa pemanah itu seperti seseorang yang mempersiapkan dirinya dalam hidup dengan cara terbaik. Meraih target dan merayakan hasilnya apa pun itu.
So, gimana dengan kamu? Pernah baca buku ini?
hai, coelho memang selalu menyelipkan pesan motivasi tersirat dalam tulisannya ya. btw tulisan yang bagus yohana, salam kenal
BalasHapusHalo Kak Yoga. Salam kenal juga
Hapus