Pengaruh Gaya Belajar Siswa terhadap Cara Berkomunikasi di Kelas
Pernah merasa putus asa karena gagal berkomunikasi dengan siswa di kelas? Hal yang sering kuhadapi karena gaya belajar siswa yang berbeda. Sayangnya, sebagai guru aku serng merasa cukup puas meski memilki keterbatasan pengetahuan. Akibatnya, aku sulit mengatur keadaan kelas.
Kondisi yang menjadikanku mempertanyakan kompetensi yang aku miliki sebagai guru. Aku pun berpikir untuk berubah dan berusaha untuk memperbaiki skill sebagai seorang guru. Apalagi, perkembangan era digital menuntut seorang guru untuk dapat mengkomunikasikan ilmunya dengan peserta didik.
Untuk
itulah, seorang guru harus mengetahui pengaruh gaya belajar siswa terhadap cara
berkomunikasi di kelas agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu,
guru professional di abad 21 ini harus memiliki keinginan besar untuk terus
mengupgrade dirinya. Dengan mengenal gaya belajar siswa secara mendalam, guru
dapat mengerti cara terbaik untuk membantu siswa dalam belajar sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya.
Gaya Belajar Siswa
Saat mengikuti pelatihan PPG, seorang mentorku mengatakan bahwa tidak ada siswa atau anak yang bodoh. Guru yang belum memahami gaya belajar siswalah yang menyebebkan anak belum mencapai target pembelajaran yang diharapkan, hingga anak tersebut dianggap bodoh.
Namun, kita perlu menyadari bahwa keunikan gaya belajar anak, menjadikan pencapaian belajarnya nggak akan serupa. Karena keunikan anak-anak tersebut, keseragaman hasil belajar siswa dalam semua bidang studi adalah hal yang kurang bijaksana.
Kita bisa ambil contoh dengan anak dengan gaya belajar auditory yang akan memiliki kemampuan belajar yang berbeda dibanding anak kinestetik. Seorang anak kinestetik akan memiliki pencapaian menonjol di bidang olah raga dibandingkan anak auditory yang cenderung di pembelajaran bahasa.
Gaya belajar
siswa yang digambarkan oleh Neil D. Flaming dan Coleen E. Mills terkenal dengan
sebutan VARK. Visual, Auditory, Reading, Writing, dan Kinestetik.
Gaya
belajar Visual
Seorang siswa
yang memiliki kecenderungan memahami lewat grafik, simbol, diagram, dan data
visual lain. Mereka akan lebih baik dalam pencapaian akademik, karena memiliki
keemampuan menyatukan informasi secara menyeluruh.
Ciri khas pembelajar Visual
Pembelajar
visual memiliki kecenderungan mencatat pelajaran, karena mengandalkan indera
penglihatan. Pembelajar visual biasanya bersinar di bidang seni, seperti
animator, design grafis, sineas, atau fashion design.
Kelebihan Pembelajar Visual
Kalau kamu
memiliki keahlian mengikuti instruksi tertulis dengan baik, maka kamu termasuk
pembelajar visual. Kelebihan pembelajar visual adalah kreatif mengekspresikan
diri di bidang seni visual (dekor, patung, lukisan, dll), rapi, memiliki sense
of direction yang baik, perencana, dan pencatat ulung.
Cara Berkomunikasi Pembelajar Visual
Karena
kecenderungannya terhadap segala hal yang berbau visual, pembelajar visual dapat
dengan mudah berkomunikasi dengan gambar, grapik, atau semua hal yang dapat
divisualisasikan. Seorang guru dapat mengkomunikasikan materi pembelajaran
dengan penggunaan bahan ajar seperti flash card, realia, slide show, video,
charts, grafik, atau menuliskannya di papan tulis.
Gaya
belajar Auditory
Pembelajar
auditory biasanya akan lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan. Pembelajar
tipe ini menganggap mencatat bahan belajar saat mendengarkan guru sebagai
gangguan.Tipe ini dapat belajar dengan baik dengan cara membaca tugas dengan
keras dan diskusi secara lisan atau bertanya langsung.
Kelebihan Pembelajar Auditory
Aku pernah punya teman yang saat belajar pasti berisik sekali, karena ia selalu membaca pelajarannya dengan suara keras. Adi namanya. Ia anak yang sangat aktif dan senang berbicara di depan keras. Ia dapat menjelaskan ide dengan suara lantang. Semua orang menyukainya karena ia seorang pencerita yang baik dan dapat memahami perasaan orang lain lewat suaranya.
Pembelajar yang terdiri dari 30% dari populasi ini dapat
mengingat informasi yang didengar sekitar 75%. Mereka juga suka menyanyi,
senang memberi semangat pada orang lain, dan selalu menunjukkan rasa antusias
yang tinggi pada sesuatu hal.
Cara berkomunikasi dengan pembelajar Auditory
Kekhasan pembelajar auditory yang memiliki kecenderungan pada
indra pendengaran, kita akan dapat lebih mudah berkomunikasi langsung lewat
lisan. Sebaiknya dalam bercakap-cakap dengan pembelajar tipe ini dengan bertemu
atau bicara langsung. Tidak menggunakan teks.
Guru dapat memaksimalkan proses pembelajaran siswa dengan
cara merekam materi pembelajaran, berdiskusi, tanya jawab, dan mendengarkan music.
Guru juga dapat menyesuaikan nada bicara, tekanan, dan bahasa tubuh selama
proses belajar.
Gaya
Belajar Reading/ Writing
Pembelajar ini
menyukai cara belajar tradisional dengan membaca dan menuliskannya dalam bentuk
catatan yang sangat banyak, dan menulis ulang catatan.
Cara Belajar Pembelajar Membaca/
Menulis
Sesuai
dengan namanya, guru dapat membantu pembelajar membaca/ menulis dengan cara
memberi tugas mencatat, mencatat ulang, memberikan hand-out book, menggunakan
bullet point pada tulisan, dan mengubah charts/ diagram dalam bentuk tulisan.
Peluang pekerjaan bagi Pembelajar Membaca/ Menulis
Ketekunan pembelajar
membaca/ menulis dapat mengantarkannya pada profesi sebagai penulis atau
pekerjaan lain yang melibatkan aktivitas membaca dan menulis, seperti guru,
novelist, pengarang lagu, blogger, atau script writer.
Cara berkomunikasi dengan pembelajar
membaca/ menulis
Saat membaca karakterikstik tipe pembelajar ini, aku merasa bahwa aku termasuk dalam bagiannya. Biasanya, aku lebih menyukai berkomunikasi dengan menggunakan teks tertulis dibandingkan bicara langsung, baik melalui telpon atau video call.
Nah, kalau
kamu punya pacar seorang pembelajar membaca/ menulis, kamu bisa menulis surat
cinta yang indah.. jika nanti ia jadi pacarmu, bersiaplah menerima kata-kata
cinta dalam bentuk tulisan dibanding ucapan!
Gaya
Belajar Kinestetik
Pembelajar
kinestetik akan tertarik belajar lewat kehidupan langsung. Mengalami
pembelajaran dengan melakukannya, seperti belajar langsung memerah susu,
menanam tomat, atau belajar berenang di kolam renang atau laut.
Bagaimana pembelajar kinesthetic belajar?
Pembelajar ini dapat belajar dengan baik dengan melakukan pembelajaran dengan aktivitas fisik dibanding duduk diam mendengarkan penjelasan guru. Mereka lebih suka terlibat aktif sebagai pelaku kegiatan pembelajaran.
Aku sih
pernah memperhatikan pebelajar kinestetik ini akan lebih bahagia belajar di
alam atau ruang terbuka dibandingkan ruang kelas yang tertutup.
Karakteristik pembelajar kinestetik
Tipe
pembelajar ini biasanya mudah bosan, suka bergerak, tak bisa duduk diam, nggak
suka membaca, dan menyukai masalah dengan melakukannya. Berbeda dengan tipe
auditory yang outspoken, tipe ini lebih pendiam.
Cara berkomunikasi dengan pembelajar
kinestetik
Karena tipe
pembelajar ini lebih aktif secara fisik, kita dapat menggunakan komunikasi yang
melibatkan fisik, seperti mengajaknya bicara sambil jogging bersama atau masak
bersama sambil mempelajari tentang cara masak yang enak.
Peluang profesi pembelajar kinestetik
Meski hanya
sekitar 5% dari populasi dunia, pembelajar kinestetik memiliki peluang untuk
mencapai pekerjaan impiannya. Sebut saja olahragawan, seperti Susi Susanti,
pebulu tangkis terkenal Indonesia atau surgeon (ahli bedah) seperti Thomas Starzi,
MD, PhD, ahli bedah transplant. Kedua profesi ini merupakan contoh peluang pekerjaan
yang membanggakan bagi pembelajar kinestetik.
Pengaruh gaya belajar siswa terhadap
cara berkomunikasi di kelas
Patut diketahui bahwa manusia itu unik dan berharga. Nggak ada yang benar-benar sama, meskipun anak kembar. Begitupun gaya belajar siswa yang berbeda yang pastinya mempengaruhi cara anak menyerap informasi. Hingga, anak pun memiliki cara yang berbeda dalam berkomunikasi di kelas.
Sebagai seorang
guru, aku pikir sudah selayaknya tidak menggunakan hanya salah satu teknik atau
metode pembelajaran saja, hingga kurang mendorong keberhasilan semua tipe
pembelajar. Jika hal itu terjadi, maka proses pembelajaran tidak akan mencapai
hasil maksimal. Guru akan kesulitan dalam mengkomunikasikan materi pembelajaran
di kelas. Akibatnya, guru akan merasa kecewa dan gagal karena kelas akan sulit
dikendalikan.
Mengapa hal itu terjadi?
Kelas sulit dikendalikan karena hanya terjadi komunikasi satu arah di kelas. Sehingga beberapa anak merasa kurang diperhatikan dan membuat aktivitas sendiri di kelas.
Aku mengambil
contoh seorang guru mengajar dengan cara tradisional GTM (Grammar Teaching
Method) yang cenderung lebih fokus pada
pembelajar membaca/ menulis. Lalu, pembelajar auditory dan kinestetik akan
merasa bosan. Mereka akan sibuk ngobrol, berlari kesana-kemari, atau makan
minum di kelas. Suasananya pasti gaduh sekali.
Saran Mengajar Menggunakan Student
Centered
Menurut guruku, Prof. Bambang, gurulah yang paling mengetahui kelasnya. Mereka paling mengerti kebutuhan peserta didiknya agar proses pembelajaran jadi bermakna. Bukan sekedar menggugurkan tanggung jawab.
Pendekatan student centered merupakan pembelajaran yang fokus pada setiap siswa secara individu. Peserta didik akan diuntungkan dengan pendekatan secara pribadi yang target penilaiannya dimulai dari pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Pendidikan mengacu pada kebutuhan dan minat siswa.
Mungkin, itulah sebabnya pemerintah sekarang lebih cenderung mendorong masyarakat untuk bersekolah di sekolah kejuruan yang lebih menitikberatkan pada kebutuhan dan minat siswa. Sekolah kejuruan juga dapat memberi peluang peserta didik untuk mengasah keterampilan yang bermakna di dunia kerja.
Lulusan SMK
juga bisa membantu mendongkrak perekonomian keluarga, karena mereka sudah bisa
menghasilkan uang dengan bekerja. Bahkan, beberapa siswaku sudah mulai bekerja
di kelas X., hingga bisa membiayai sendiri sekolahnya. Ia bilang, pembelajaran
praktik di bengkel sangat membantunya dalam memperoleh pekerjaan dan
mendapatkan uang.
Saya keguruan juga, pengalaman dulu ngajar menurut saya pribadi bagi guru sangat sulit mengarahkan para siswa ini sesuai dengan gaya belajarnya, karena emang beda-beda apalagi handle banyak siswa, 1 kelas bisa 35 siswa... gurunya yg klenger, hihihiii....
BalasHapusWah, Aku padamu Kak..kelas ideal biasanya kan berisi 25 siswa. Tapi, jika beruntung dapat jarah kelas besar emang sulit ya.. Apalagi ngajar anak SD. Ngajar anak SMK aja nggak mudah. Jadi, harus punya Teknik ngajar yg terus diuji coba. Kalau sebagian besar siswa SMK sih Gaya belajarnya kinesthetic. Jadi, suka belajar sambil mengalaminya langsung, seperti role play gitu..
HapusBerkembangnya teknologi dan adanya pandemi membuat siswa mau tidak mau banyak belajar dengan audio visual, terus bagaimana dengan siswa yg mempunyai gaya belajar berbeda? Apakah ini cukup efektif?
BalasHapusMenurut yang kuamati, cara belajar yang sekarang (mungkin) masih lebih menguntungkan bagi pembelajar audio visual. Jadi, cara belajar blend-in (mungkin) bisa jadi solusi. Ini seperti yang dilakukan SMK dan TK alam. Guru juga bisa modifikasi teknik pembelajaran agar bisa membantu siswa..
HapusWaw materi tentang gaya belajar. Ini menarik karena memang setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda yang harus dipahami oleh guru. Sehingga misal ada siswa yang belajar sambil muter2 dulu bisa dimengerti jadi guru ga spaneng. Tapi tetap kunci pendidikan adalah dukungan ortu dan rumah. Semangat para guru.
BalasHapusIya ya mbak. Seru kalau mengajar anak-anak itu. Hingga, kita nggak mungkin melakukan sendiri. Perlu kerjasama semua pihak. Terutama orang tua dan lingkungan sekitar. Semangat buat kita semua..
HapusJadi teringat dulu, Mas Faris juga gaya belajarnya auditori dan kinestetik. Sejak SD kalau ujian itu dia dibacakan dulu terus tanya jawab baru bisa. Alhamdulillah itu terekam sampai dia besar ya. Gaya belajar emang tiap anak beda.
BalasHapusIya mbak. Tiap anak itu unik. Istimewa. Semoga kita bisa selalu mendukung anak-anak kita meraih impiannya ya, Mbak..
Hapus