Laskar Pelangi; Film Inspiratif bagi Pembelajar
Pernah menonton sebuah film dan merasa terkesan
dengan tema ceritanya? Pasti pernah, ya? Meski bukan seorang sufi aka suka
film, aku sering tergoda menonton fillm yang telah direkomendasikan
teman-temanku yang mayoritas adalah sufi militant. Salah satu film yang
mengesankan bagiku adalah Laskar Pelangi.
Film yang mengangkat tema tentang potret pendidikan
di Indonesia ini begitu mengena di hatiku. Apalagi dengan ucapan guru Harfan
bahwa kecerdasan itu bukan dinilai dari angka, tapi hati. Kata-kata yang
mengedepankan pendidikan karakter sebagai pondasi dasar dalam mendidik anak.
Baca juga: Mengenal Bakat Diri Sendiri Setelah Lama Terpendam
Sehingga, aku pun menganggap Laskar Pelangi sebagai
film inspiratif bagi pembelajar sepanjang hayat. Film ini mengingatkan kita
pada profil Pelajar Pancasila yang sedang digaungkan oleh pemerintah. Profil pelajar
yang tercermin pada sikap 10 anak-anak dalam film ini. Ikal, Lintang, Mahar,
dan teman-temannya. Anak-anak miskin yang berjuang untuk mengejar mimpi-mimpi
mereka.
Film yang disutradarai oleh Riri Reza ini, diangkat dari buku karya Andre Hirata dengan
judul yang sama. Mengambil latar belakang di tanah Belitong. Penghasil timah
yang kaya. Sayang, masih banyak anak-anak yang nggak bisa bersekolah, karena
harus membantu orang tua mencari nafkah. Menjadi buruh di tambang timah.
Baca juga: Review Novel Kekasih Semusim
Nah, kepo
dengan kisahnya? Yuk, baca synopsis film
yang diadopsi dari buku yang diambil dari kisah hidup penulisnya ini.
Sinopsis
Film Laskar Pelangi
Kisah dimulai dengan adegan mendebarkan seorang guru
muda, ibu Muslimah yang baru memulai hari pertamanya. Bersama pak Harfan, ia
menunggu calon siswa ke sepuluh sebagai syarat SD Muhammadiyah Gantong dapat
terus berdiri.
Setelah hampir saja putus asa dan meminta maaf pada
orang tua dan calon siswa, datanglah murid kesepuluh SD ini. Harun. Anak
istimewa yang diantar ibunya ke sekolah. Saat itu ibu Muslimah tersenyum
bahagia. Senyum yang terus mengantarkan siswa-siswa istimewa ini.
Baca juga: Pengaruh Gaya Belajar Siswa Terhadap Cara Berkomunikasi
Persahabatan antara Ikal yang juga mewakili sang
penulis, Lintang, dan Mahar begitu erat, hingga mereka selalu bersama. Berbeda
dengan Ikal dan Mahar yang masih memilki orang tua lengkap, Lintang adalah anak
piatu. Seorang anak tertua dari seorang nelayan yang ingin anaknya mengejar
mimpinya dengan bersekolah.
Dalam film ini, aku begitu tersentuh dengan
perjuangan Lintang untuk bersekolah. Melewati perjalanan yang panjang. Lintang
pun sering berpapasan dengan buaya dalam perjalanannya tersebut. Namun, Lintang
selalu bersemangat dan selalu tiba di sekolah lebih awal dibandingkan
teman-temannya yang lain.
Sayang, kemiskinan menyebabkan anak-anak dari
keluarga miskin Belitong nggak menyekolahkan anak-anak mereka. Para orang tua
lebih memilih anak-anak mereka menjadi kuli di tambang atau pabrik timah. Hingga,
setelah lima tahun mengajar, ibu Muslimah dan pak Harfan nggak mendapatkan anak
baru. Bahkan, pak Bakri pun mengundurkan
diri, karena mendapatkan tawaran mengajar di sekolah lain.
Lalu, datanglah pukulan terbesar bagi guru Muslimah.
Pak Harfan meninggal dunia. Karena kesedihan yang dalam, guru Muslimah nggak datang
mengajar selama lima hari. Hingga pak Zul, sahabat pak Harfan menemui guru
Muslmah. Mengingatkan kembali tentang pesan dan semangat pak Harfan.
Saat guru Muslimah kembali mengajar, anak-anak
menyambut dengan penuh kebahagiaan. Mereka saling berpelukan. Rasanya aku pun
jadi terharu melihatnya. Apalagi melihat Lintang yang mengajar teman-temannya saat
ibu Muslimah datang.
Meski harus mengajar seorang diri, guru Muslimah
sepenuh hati mendidik anak-anak ini. Dengan dukungan pak Zul, guru Muslimah
dapat mengantarkan Lintang, Ikal, dan Mahar mengikuti lomba cerdas cermat
melawan SD PN Timah. Mereka berhasil menang berkat kecepatan Lintang menjawab
soal Matematika yang ditanyakan.
Sayang, sejak peristiwa bersejarah itu, Lintang tak
datang lagi ke sekolah. Hingga, datanglah sepucuk surat dari Lintang untuk guru
Muslimah.
Nah, gimana kisah Lintang selanjutnya? Penasaran kan?
Yuk, tonton filmnya. Kamu juga bisa membaca bukunya, kok.
Laskar
Pelangi: Film Inspiratif bagi Pembelajar Sepanjang Hayat
Film yang diperankan oleh 12 anak asli Belitong ini
menggambarkan bahwa pendidikan itu dapat memberikan harapan bagi perubahan bagi
masyarakat. Karena tanah kaya Belitong nggak memberikan jaminan masyarakatnya
makmur, anak-anak harus belajar untuk merubah nasibnya. Dan, satu-satunya cara
adalah dengan pendidikan.
Melalui ibu Muslimah, anak-anak melihat harapan dan
mimpi yang bisa diraih. Karena diajarkan mengenal huruf dan angka dan membaca
buku-buku. Mereka dapat melihat dunia dengan mata yang berbeda. Berani untuk
berharap. Bermimpi untuk hidup yang lebih baik. Nggak sekedar sebagai kuli pabrik
timah atau nelayan miskin di tanah Belitong yang kaya.
Guru
Muslimah dan Pak Harfan sebagai Guru Inspiratif
Aku begitu terkesan dengan sikap bu Muslimah dan pak
Harfan. Mereka dapat terus bertahan mengajar anak-anak dengan segala
keterbatasan yang ada. Pendapat bahwa pendidikan karakter lebih penting dari
nilai di lembaran kertas ini menggetarkan hatiku. Apalagi dengan usaha ibu
Muslimah dengan memberikan raport khusus bagi Harun.
Mereka percaya bahwa semua anak berhak untuk belajar
dan mengejar cita-cita. Bahwa anak-anak miskin pun berhak untuk memperoleh
haknya untuk mengenyam pendidikan. Mereka berkreasi mengajar dengan pendekatan holistic.
Pendekatan yang mempertimbangkan keseluruhan aspek, baik kesehatan fisik,
mental, dan emosional anak.
Sebagai contoh, pak Harfan menceritakan kisah-kisah
moral kenabian yang memberikan pendidikan moral bagi anak-anak. Pak Harfan dan ibu Muslimah juga selalu mengajak anak-anak belajar langsung di alam. Menyentuh
dan merasakan langsung apa yang sedang dipelajari.
Aku sih membayangkan banyak guru inspiratif seperti
guru Harfan dan ibu Muslimah yang bertebaran di sekitar kita, seperti Butet Manurung
yang mengajar di pedalaman Sumatera, Ahmad Haris yang mengajar di NTT, hingga
harus menyebrangi laut, atau Een Sukaesih yang lumpuh, tapi masih semangat
mengajar. Guru-guru hebat yang bisa merubah nasib bangsa ini.
Dalam kondisi pandemi ini pun, begitu banyak guru
penggerak yang bersedia meluangkan waktu dan tenaga demi membantu peserta didik
agar dapat belajar dengan baik. Nggak menyerah dengan keadaan dan terus
berkarya.
Lintang,
profil pelajar pantang menyerah
Sebenarnya, Lintang adalah representasi dari
anak-anak daerah 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal) yang masih sulit
untuk mengakses pendidikan. Mereka harus melalui perjalanan yang jauh untuk
belajar di sekolah. Seperti kisah anak-anak pedalaman di Maros, Sulawesi Selatan.
Daerah yang belum tersentuh pendidikan.
Namun, kesulitan akses jalan ini nggak menyulitkan
Lintang dan anak-anak Maros ini. mereka terus berusaha untuk pergi ke sekolah
dengan penuh semangat. Hingga, Ikal dan teman-teman yang lain pun terinspirasi
dengan semangat Lintang untuk belajar.
Anak-anak
Laskar Pelangi: Contoh Pelajar Pancasila
Ikal, Mahar, Sahara, Lintang, Borek, Kucai, Syahdan,
Trapan, A Kiong, dan Harun adalah anak-anak Laskar Pelangi. Contoh anak-anak
yang telah menerapkan profil pelajar Pancasila, seperti sikap gotong royong
yang dijalankan anak-anak saat menggiring kambing-kambing dari ruang kelas
mereka.
Berbeda dengan anak-anak kota yang mudah untuk
mendapatkan akses pendidikan, anak-anak Laskar Pelangi belajar dalam
kesederhanaan. Namun, sikap mereka telah mencerminkan sikap profil Pancasila
yang sedang dipromosikan oleh pemerintah.
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa dan Berakhlak Mulia
Dalam pembelajaran mereka, anak-anak
selalu beribadah bersama. Lintang pun digambarkan sebagai anak tertua yang patuh
dan sayang dengan keluarganya.
2. Berkebinekaan Global
Kita bisa melihat bahwa kesepuluh
anak-anak ini saling membaur. Seperti A Kiong yang keturunan Cina, ia berteman
baik dengan teman-teman yang lain. Mereka juga dekat dengan Flo. Anak baru
pindahan dari SD PN Timah.
3. Gotong royong
Saat ruang kelas bocor dan kotor, mereka
bersama-sama membantu mengeluarkan kambing-kambing dari ruang kelas. Mereka pun
saling bekerja sama untuk ikut pawai kesenian di kampung Gantong, hingga dapat memenangkan
hadiah.
4. Mandiri
Karena meninggalnya pak Harfan, bu
Muslimah sempat nggak mengajar. Namun, mereka dengan penuh semangat belajar
dengan mandiri di kelas.
5. Bernalar kritis
Adegan mereka menempuh perjalanan
menemui dukun agar dapat lulus ujian, menimbulkan pemikiran kritis bahwa kunci
sukses adalah usaha.
6. Kreatif
Kemenangan SD Muhammadiyah Gantong
berhasil diraih berkat pemikiran kreatif Mahar menciptakan tarian unik. Meski sempat
sangsi, teman-teman Mahar tetap mendukungnya.
So, film Laskar Pelangi yang dibintangi oleh Cut
Mini ini dapat memberikan insight tentang pendidikan di Indonesia. Pekerjaan
Rumah yang bukan hanya milik pemerintah dan guru, tapi juga seluruh masyarakat
Indonesia. Terutama para orang tua yang memiliki kepentingan langsung demi
keberlangsungan generasi bangsa ini.
Apalagi metode pembelajaran daring yang masih
dilaksanakan sangat memerlukan peran aktif orang tua selaku motivator dan
supervisor. Peran penting yang nggak bisa tergantikan, karena orang tua adalah
guru anak-anak pertama dan terbaik.
Harapannya dengan menonton film ini, kita makin
menyadari bahwa kesuksesan pendidikan generasi bangsa ditentukan dari kerja
sama semua pihak. Cara termudah adalah dengan memberikan ruang seluas-luasnya
buat anak-anak belajar, seperti pengadaan buku bacaan bermutu . Kita pun bisa
membantu para orang tua mengawasi pendidikan anak-anak yang ada di sekitar
kita.
Komentar
Posting Komentar