Mengenali Kembali Bakat Diri Sendiri Setelah Lama Terpendam

Mengenali-kembali-bakat-diri-sendiri-setelah-lama-terpendam


Karena pembelajaran daring selama dua tahun, kami pun harus melepaskan lulusan tahun 2020/2021 dengan proses Ujian Kompetensi (UKOM) yang terbatas. Selain tidak menjalani Ujian Nasional, lulusan tahun ini pun nggak mengikuti test Ujian Praktik Mapel Normatif Adaptif, seperti praktik shalat, yang biasa dilakukan. Sehingga, mereka bilang hampir nggak merasakan perjuangan apa pun.

Bahkan beberapa anak curhat padaku bahwa mereka merasa belum memiliki keahlian apa pun. Belum siap untuk lulus. Rasanya aku jadi ikut merasa berdosa, karena belum bisa membantu anak-anak dalam belajar. Sehingga aku berpikir untuk belajar mengenali kembali bakat diri sendiri setelah lama terpendam.

Baca juga: MPLS SMK Bina Latih Karya Bandar Lampung 2021

Meski aku menyadari, penyebab anak-anak merasa belum memiliki skill yang cukup adalah skills sebagian guru yang belum dapat menjawab tuntutan zaman. Tuntutan era digital yang nggak hanya menitikberatkan pada hard skills, tapi juga soft skills. Skills yang wajib dikuasai guru selain 4 kompetensi guru, yaitu pedagogik, kepribadian, professional, dan sosial.

Dalam obrolan dengan beberapa guru, mereka mengeluh dengan kegagapan teknologi yang menghalangi proses belajar mengajar. Sayangnya, guru tersebut enggan belajar, karena merasa sudah tua dan nggak bisa menguasai teknologi.

Baca juga: Menggali Potensi Peserta Didik dengan Hybrid Learning

Sebagai akibatnya, anak-anak hanya menerima tampilan tugas yang muncul di Google Classroom. Sementara anak-anak kebingungan dengan tugas yang terkadang memberatkan, guru pun merasa frustasi dengan sedikitnya siswa yang sukses mengumpulkan hasil tugas.

Dilemma yang terjadi selama hampir dua tahun ini menguak kenyataan bahwa kemampuan untuk terus belajar dan meningkatkan skill kompetensi guru adalah wajib. Nggak hanya meningkatkan kompetensi professional, seorang guru pun harus memiliki kemampuan pedagogic, sosial, dan kepribadian. Kompetensi yang nggak hanya tertera di selembar kertas sertifikasi guru.

 

Siapa aku dan bakatku?

Dari sekitar 62 orang guru di sekolahku, baru sekitar 13 guru yang telah mendapatkan sertifikat guru  dan satu guru yang masih dalam proses Ujian ulang Test UP. Sedangkan, satu orang lagi sedang mengikuti proses PPGDJ daring. Proses yang bisa memakan waktu selama hampir 6 bulan. Apalagi proses Micro teaching daring tertunda, karena adanya PPKM.

Sayangnya, meskipun hasil UKG (Uji Kompetensi Guru) telah diturunkan menjadi sekitar 6,5 , nggak ada satu pun guru di sekolahku yang lulus periode ini. Hingga aku pun bertanya-tanya dalam hatiku tentang kualitas kami sebagai seorang guru.

Menurut data, test yang dilakukan pada calon guru dan guru yang lama mengajar akan berbeda jauh. Beban mengajar dan tugas tambahan guru yang melebihi kapasitas sebagai seorang guru dapat berakibat menurunnya kemampuan guru untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.

Sebut saja seorang temanku, Elma, ia seorang lulusan STKIP PGRI Bandar Lampung jurusan Bahasa Inggris. Namun, ia mengajar Sejarah dan terlibat berbagai kegiatan di sekolah yang melelahkan. Akibatnya, Elma nggak punya waktu dan energi untuk belajar.

Sebagai guru, aku menghadapi tantangan yang sama dengan Elma. Rasa malas, lelah, dan bosan selalu membayangi saat ingin belajar membaca atau menulis. Hingga, aku sering membiarkan waktu berlalu dengan hanya membaca buku saja. Bakat yang seharusnya bisa kulatih untuk mendukung bakatku yang lain. Menulis cerpen.

Kegiatan yang sempat aku sukai, hingga aku memiliki banyak menulis coretan cerpen sejak SD. Sayangnya, aku nggak menyimpannya. Sepertinya coretan-coretan cerpenku itu pun hilang dimakan rayap. Hanya satu atau dua saja yang berhasil kusimpan dan kubaca kembali. Sungguh, rasanya lucu juga membaca karya sendiri setelah lama terlupakan.

 

Mengenali-kembali-bakat-diri-sendiri-setelah-lama-terpendam

Bagaimana cara Mengenal Bakatku?

Sebenarnya, aku pernah mengikuti lomba menulis cerpen. Bahkan, aku pernah ikut pelatihan penulisan fiksi. Namun, aku belum menekuni bakatku ini. Aku merasa tidak percaya diri dengan tulisanku. Perasaan yang harus aku buang jauh-jauh, karena cara terbaik untuk menerima diri kita adalah dengan menghargai karya yang kita buat. Selain itu, kalau bukan kita, siapa lagi?

Selanjutnya, setelah melihat orang-orang sukses yang bisa menggali bakatnya,  aku penasaran dengan cara mengenali kembali bakatku yang lama terpendam. Aku pun ingin sekali mempraktikkan  10 cara yang aku temukan di lifehack ini, yaitu

1.      Buat penilaian diri

Kemampuan diri tiap orang berbeda. Bakat  yang merupakan kemampuan alami yang telah ada sejak kita dilahirkan. Sayangnya, bakat nggak akan berkembang kecuali kita mengasahnya.

Menurut Thomas Alfa Edison, bakat itu hanya bernilai satu persen dari kesuksesan. Sisanya yang 99 persen adalah kerja keras. Artinya, bakat alam itu seperti mutiara dalam laut. Nggak akan berkilau sebagai perhiasan kalau nggak ada menyelam di kedalaman laut dan membuka cangkang keras kerang yang berisi mutiara.

So, kita harus membuat penilaian diri agar kita mengetahui  tentang kualitas diri kita. Lalu, kita dapat memperkuat aspek diri kita yang paling kuat. Seperti seorang Agnes Monica yang terus melatih kemampuan vokalnya yag merupakan kelebihan utama yang ia miliki.

2.      Cari sesuatu yang membuat diri merasa berharga

Mengajar adalah aktivitas yang aku suka. Meski telah mendapatkan sertifikat guru, aku belum merasa sebagai guru professional. Aku masih harus banyak belajar, karena teknologi savvy masih merupakan PR besar bagiku.

3.      Cari sesuatu yang kamu senangi, hingga kamu rela menghabiskan uangmu

Do what you love and love what you do. Term yang pertama kali kudengar dari seorang teman yang bekerja di GGLC sebagai seorang veteranian, Ia memiliki hobi memotret, hingga rela menghabiskan banyak uang untuk hobinya tersebut.

Sementara ia suka memotret, aku lebih menyukai membaca buku. Rasa suka yang membuatku rela menghabiskan uang dan waktu demi dapat membaca buku. Bagiku, buku dapat memberikan kita ‘a glimpse of life’ . Meski rasa sukaku pada buku belum memberi nilai nominal, aku merasa senang dengan membaca. Aku dapat berbagi pada sekitarku dan memberi manfaat dengan review buku yang kutulis.

4.      Tanya temanmu apa kualitas terbaik dan terburukmu

Memiliki teman baik adalah sebuah keberuntungan. Selain dapat menemani kita dalam setiap keadaan, teman baik dapat memberi saran atau kritik yang dapat meningkatkan skills atau kompetensi yang kita miliki. Memperbaiki kualitas hidup yang sedang kita jalani hari ini.

Sahabat pun bisa menjadi cermin bagi kita. Karena kita nggak akan bisa melihat kelebihan dan kelemahan diri sendiri sebaik sebuah cermin, kita harus menjaga hubungan baik dengan sahabat yang ada di samping kita hari ini.

5.      Tanya keluargamu apa yang kamu sukai saat kanak-kanak

Aku sih masih ingat aktivitas masa kecil yang aku sukai. Membaca komik dan main pasar-pasaran. Beberapa komikku masih ada di tumpukan bukuku. Sedangkan main pasar-pasaran merupakan cerita unik yang masih membekas. Bedanya, hanya kakak tertuaku yang masih menggeluti hobi ini, karena ia mempunyai 2 toko sekarang.

6.      Tulis di jurnal

Menulis adalah pengingat dan menguatkan motivasi kita untuk mencapai tujuan tersebut. Hampir semua rencana yang kutulis di jurnal telah sukses kulakukan. Insha Allah, aku akan menulis target menulis cerpen mulai hari ini dan berusaha konsisten dengan rencanaku itu.

7.      Lihatlah bakat orang lain

Beberapa waktu lalu, aku ikut pelatihan menulis yang diadakan oleh seorang penulis buku Kekasih Semusim. Mbak Dini Fitria. Perempuan hebat yang juga pernah bekerja di TransTV ini memberikan insight baru bahwa kerja keras untuk menghasilkan karya adalah kepastian.

Aku pun tertarik mengikuti Dewi Lestari yang dikenal dengan panggilan Dee. Penulis yang karyanya pertama kali dikenalkan oleh adikku. Pilosofi Kopi. Sebuat master piece yang juga sempat naik ke layar lebar.

8.      Lihatlah koleksi buku, music, atau film yang kamu miliki

Saat mengecek koleksi bukuku, aku makin menyadari bahwa ketertarikan pada karya fiksi melebihi atas non-fiksi. Meski pada praktiknya aku lebih merasa aman menulis non-fiksi, aku ingin sekali mulai menulis fiksi lagi.

9.      Ingat apa yang membuatmu merasa sangat bersyukur

Aku ingat saat pertama kali mengajar. Rasanya senang sekali. Begitu pun saat pertama kali medapatkan uang hasil menulis. Aku bersyukur dan bahagia, karena hasil kerjaku tak sia-sia.

10.  Terbuka untuk berubah

Perubahan adalah kepastian dalam hidup ini. Seperti teknik mengajar yang dulu menggunakan metode tatap muka, sekarang kita harus mampu beradaptasi menggunakan metode daring. Metode yang memaksa guru untuk beradaptasi dengan penggunaan teknologi.

 

Bagaimana cara Mengasah Bakat di tengah Kesibukan Rutinitas?

1.      Baca blog/ majalah/ artikel/novel/ buku

Inspirasi terkadang mengabaikan kita. Hingga, kita perlu mengasah atau mencari ide baru lewat membaca blog, majalah, artikel, novel atau buku. Melalui bacaan yang tak terbatas, ide yang menguatkan pasti akan muncul.

2.      Download a podcast/ youtube/ spotify

Selain buku, mengunggah podcast, youtube, atau spotify pun dapat memberi pengalaman/ insight baru tentang berbagai hal dalam bidang yang kita minati. Sebut saja Podcast tentang penulis Murakami yang dapat menginspirasi kita dalam berkarya.

3.      Mengajar dirimu sendiri

Setelah membaca buku dan mendengarkan podcast, kita bisa mulai konsisten mengajar diri kita sendiri. Mempraktikkan ide-ide yang telah kita baca dan dengar. Trial and error. Nggak ada sesuatu hal yang lebih baik  selain memulai dan belajar dari pengalaman diri kita sendiri.

4.      Menghadiri konferensi/ pelatihan

Kita juga bisa menghadiri konferensi atau pelatihan yang ditawarkan olah perorangan, instansi atau komunitas. Kita bisa memilih sesuai dengan passion yang kita miliki. Tujuannya adalah memperkuat rasa percaya diri untuk memulai aktivitas mengasah bakat yang sudah ada.

5.      Menyewa Konsultan

Nah, kalau kita ingin memperoleh hasil yang maksimal, kita bisa menyewa jasa tenaga ahli untuk membantu kita mengasah bakat. Seorang konsultan, pelatih, mentor, atau guru. Harapannya, dengan menyewa konsultan, kita bisa lebih termotivasi dalam berlatih.

6.      Mendaftar kelas pendidikan bagi orang dewasa

Selain menyewa konsultan, kita juga bisa mengikuti kelas pendidikan bagi orang dewasa. Biasanya, kelas ini memiliki jadwal yang lebih fleksibel dibanding kelas regular. Sehingga, kita bisa fokus dalam berlatih untuk mengasah kemampuan kita. Misalnya, kelas speaking Bahasa Inggris.

7.      Susun buku di tasmu

Kita juga bisa selalu membawa buku yang ingin kita baca di tas kita. Seperti buku cara menulis cerpen praktis, cara menulis blog, dan lain-lain. Hingga, kita bisa langsung mempraktikkan ilmu-ilmu yang ada di buku-buku tersebut.

8.      Mengajar untuk belajar

Guru yang baik adalah seorang murid yang selalu giat belajar. Nggak ada seorang guru yang hebat, kecuali ia adalah seorang pembelajar seumur hidup. Karena menurut ahli, ilmu pengetahuan itu akan mengalami kadaluwarsa setelah 5 tahun. Artinya, kita akan ketinggalan zaman kalau kita berhenti belajar hari ini. 

9.      Mendapatkan sertifikat

Belajar adalah keharusan untuk memperbaiki atau memperbarui cara pandang kita terhadap dunia yang terus berubah. Sayangnya, kita perlu bukti atau motivasi untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Nah, hadiah sertifikat dan doorprize lain bisa jadi stimulus bagi kita untuk mengenali kembali bakat diri kita sendiri.

Anyway, apa pun cara yang kita lakukan untuk memotivasi diri untuk mengenali kembali atau mengasah bakat, kita perlu sadar bahwa hidup itu sebentar. Kita harus hidup dengan  tanpa penyesalan dan menjalaninya dengan sepenuh hati. Hingga, rasa bahagia karena telah melakukan yang terbaik akan menjadi kenangan terindah bagi orang-orang yang mengenal kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Keseruan Kunjungan Industri Jakarta Jogja SMK BLK Bandar Lampung 2022

PERSEPOLIS COMIC REVIEW: The Story of Childhood