Pentingnya Menghargai Diri Sendiri Secara Obyektif dan Realistis
Pernah
mendengar ucapan, "Kalau bukan kita yang menghargai diri sendiri, siapa
lagi?" Layaknya tubuh, rasa itu pun menyatu dan nggak lengkap tanpa saling
menghargai masing-masing fungsinya.
Kita
nggak bisa membayangkan bagian kaki pada tubuh yang nggak dihargai, lalu ia
ngambek. Nggak mau berjalan lagi. Diam.
Lalu, apakah tubuh lain yang menghina bisa
menggantikan fungsi kaki? Misalnya, si penghina adalah lidah, apakah lidah bisa
beralih jadi kaki? Pasti, nggak bisa ya?
Karena itu, aku berpikir bahwa nggak ada
satu pun bagian tubuh yang tidak penting. Semua punya arti. Seperti diri kita.
Sehingga, kita harus menyadari pentingnya menghargai diri sendiri.
Sebuah tangga, sebagai proses tiap diri
Secara alami, kita akan merasa hebat dan
penting saat ada di puncak tangga. Dapat melihat di ketinggian dan merasa bahwa
yang di tangga terbawah lebih kecil, hingga kita terkesan meremehkan.
Menganggap nggak penting.
Kita lupa, berkat tangga terbawah itulah
kita bisa naik ke atas. Menuju tangga teratas. Dan, kalau saja tangga terbawah
rusak atau patah, maka kita pun akan terjatuh lebih keras dibandingkan
orang-orang yang berada di tangga terbawah.
Sementara orang yang ada di tangga
terbawah nggak merasakan sakit, kita yang berada di tangga teratas akan
merasakan sakiit yang tidak terkira. Bayangkan saja, jika kamu terjatuh dari
ketinggian ratusan meter di atas tanah. Pasti tubuh akan rusak, kecuali kamu
sudah menyiapkan diri sebelum jatuh. Sadar bahwa posisi tinggi dekat dengan
risiko jatuh.
Paling tidak, saat posisi dibalik dan kita
sedang ada di tangga terbawah, kita dapat menerima diri sendiri dan nggak
terlalu berkecil hati. Kaya dan kaya adalah pengingat bagi yang berpikir. Kita hanya
diwajibkan untuk terus bergerak dan pantang
menyerah dengan keadaan. Yakin saja bahwa semua hal itu ada bukan tanpa maksud.
Kenapa sih rasa kurang
menghargai diri itu nggak sehat?
Seorang teman pernah bercerita tentang
sahabatnya, sebut saja Bunga, yang kini
berubah. Dulu, Bunga pintar merawat diri dan penuh percaya diri. Sayang, sekarang
Bunga terlihat kurus dan pucat karena kelelahan. Ia harus menghidupi anak dan
suami berikut mertua dan keluarga suaminya.
Sebagai sahabatnya, temanku itu berusaha
mengingatkan agar Bunga dapat lebih menghargai dirinya. Tidak membiarkan
dirinya diperlakukan seperti pembantu di rumahnya sendiri. Bagaimana nggak,
sementara Bunga harus bekerja di luar rumah, suami dan keluarga suami hanya
santai di rumah saja. Bunga pun harus masak dan menyiapkan keperluan suami dan
anak-anaknya.
Kisah Bunga ini sering terjadi di
masyarakat. Aku bahkan pernah mendengar kisah istri yang sering dibully oleh
suaminya, Ia menjadi setengah tuli, karena sering dipukul di bagian kepala. Kejadian
yang membuatku bertanya-tanya, kenapa sih hal ini bisa terjadi bertahun-tahun
dan dibiarkan? Bukankah sifat pasrah dengan keadaan ini pun termasuk kurang
menghargai diri sendiri? Dan, bukankah itu nggak sehat?
Lalu,
bagaimana cara para penyintas agar dapat terlepas dari perundung dan
menumbuhkan rasa menghargai diri sendiri?
Membebaskan diri dari keadaan bullying
yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu pun nggak mudah. Apalagi kalau
kondisi itu terjadi selama hidup penyintas, hingga penyintas takut untuk mencoba pergi.
Mereka khawatir akan menemui keadaan yang justru lebih buruk.
Seperti seseorang yang terbiasa tinggal di
dekat timbunan sampah, ia terbiasa dengan bau busuk. Lalu, ia akan khawatir
saat diajak ke taman yang indah dan segar. Mereka akan terheran-heran dan
asing. Hingga, mereka mengerti bahwa ada tempat lain yang lebih baik dari
tempat mereka sebelumnya.
Selain, diajak melihat tempat atau kondisi
yang lebih baik atau sehat, seorang penyintas akan berpikir untuk mengubah
dirinya. Ia akan merasa bahwa ada kesempatan untuk hidup yang lebih baik. Penyintas
akan menyadari bahwa ia pun memiliki hak yang sama untuk bahagia dan hidup
dengan baik.
Nah, perubahan cara berpikir akan memicu
cara bertindak. Lalu, penyintas akan berjuang untuk mengubah nasibnya. Ia akan
lebih menghargai dirinya dan lebih percaya diri untuk memulai perubahan
tersebut.
Seorang yang telah menyadari bahwa dirinya
sama pentingnya dengan orang lain akan memiliki rasa percaya diri. Seperti seorang
Bobby Nusku dalam buku Mobile Library
yang menjadi lebih berani dan percaya diri, karena persahabatannya dengan Rosa
Reed. Perasaan bahwa dirinya pun dicintai seperti orang lain.
Karena kebaikan Valeria Reed dan Rosa
Reed, Bobby pun mempunyai hobby yang membuatnya bahagia. Bobby merasa senang
dapat menyalurkan rasa sukanya pada buku dengan membaca. Dalam hati Bobby,
belum pernah merasakan rasa nyaman melihat hubungan ibu dan putrinya itu dan menyaksikan
kedekatan mereka. Hatinya penuh karena memiliki tempat untuk didatangi. Tujuan.
Menghargai
diri secara objektif dan realistis
Belajar dari kisah Bobby Nusku yang sempat
merasa malu dengan dirinya sendiri, aku pun berpikir tentang cara menghargai
diri secara objektif dan realistis, yaitu:
- Kenali diri sendiri. Seperti Bobby yang menyadari tentang dirinya. Ia mengerti bahwa Bruce dan Cindy, ayah dan pacar ayahnya tidak mencintainya. Bobby menerima keadaan itu. Namun, ia terus berusaha menghidupkan kenangannya terhadap ibu kandungnya.
- Membangun hubungan baik. Bobby berteman baik dengan Sunny yang ingin berubah menjadi cyborg agar dapat melindungi Bobby.
- Jujur pada diri sendiri. Berkata dan bertindak sesuai dengan keinginan hati. Bukan atas dasar perasaan nggak enak. Artinya, nggak masalah sesekali untuk berkata tidak atas permintaan orang lain.
- Buat batasanmu sendiri. Tidak membiarkan orang lain mengatur atau memaksa keputusan yang kamu buat dalam hidupmu.
- Merasa puas dengan keadaan dirimu. Setelah berusaha semaksimal mungkin, sebaiknya kamu menikmati hasilnya. Bersyukur dengan pencapaian yang kamu buat. Sekecil apa pun.
- Menerima kenyataan. Terlahir sebagai orang biasa dengan wajah biasa, kulit eksotis, atau keadaan tertentu: saat terlahir, seperti: terlahir sebagai perempuan, disable, atau tidak kaya, sebaiknya dapat diterima dengan penuh rasa syukur dan bahagia.
- Menerima dirimu. Bahagia dengan kelebihan dan kekuranganmu. Tidak merasa kecil hati dengan kekurangan diri, tapi berusaha meningkatkan kemampuan bakat yang dimiliki. Tentunya dengan tidak memaksa diri sendiri untuk menjadi orang lain agar dapat diterima di suatu kelompok.
Menghargai diri sendiri adalah suatu proses perjalanan
panjang. Setiap orang memiliki jalannya sendiri yang berbeda, karena latar belakang
kehidupan tiap orang yang nggak sama. Kita nggak bisa mengukur standar yang
sama terkait penghargaan pada diri sendiri yang mungkin erat hubungannya dengan
self value, budaya, dan kepercayaan.
Namun, satu hal yang patut kita pahami bahwa semua
orang adalah sama di mata Tuhan kecuali level ketakwaannya. So, nggak perlu
berkecil hati dengan apa pun kondisimu saat ini. yakinlah, kamu pun begitu
berharga!
Komentar
Posting Komentar