Congkak sebagai Sarana Mengenal Kebaikan
Amir kesal sekali melihat Hasan yang begitu akrab dengan ayahnya. Sementara Baba, hampir nggak pernah mengungkapkan rasa cintanya. Padahal hanya Baba yang Amir punya. Untunglah, Rashed, teman Baba sering menumpahkan perhatian padanya. Meski mata Amir sering mencari-cari. Berharap Baba memandanginya saja.
Amir ingin bisa membanggakan dirinya atas cinta
Baba. Namun, sikap Baba sering membuat Amir nggak percaya diri. Terkadang, ia
merasa Baba begitu perhatian pada Hasan anak Ali. Padahal, Ali hanyalah pelayan!
Membuat Amir merasa cemburu.
Cemburu dengan kasih sayang Ali pada Hasan. Seolah
bagi Ali, Hasanlah dunianya. Amir ingin memiliki rasa itu. Cinta yang hanya
terpusat padanya saja, Hingga ia bisa congkak atau menyombongkan cinta Baba pada teman-temannya.
Congkak
sebagai Sarana Mengenal Kebaikan
Kisah Amir dan Hasan dalam Kite Runner karya Khaled
Hosseini ini menggambarkan pada kita tentang sikap congkak atau pamer yang kudu dilakukan.
Nggak usah dipendam.
Aku sih nggak bisa membayangkan seorang ibu,
misalnya, yang memendam rasa cinta pada anaknya. Nggak mau menyatakan rasa
sayang dengan membelai, menyentuh atau mencium anaknya. Duh, pasti si anak akan merasa kesepian, ya?
Konon, pernah ada percobaan atas 900 bayi yang
dilahirkan tapi nggak boleh dibelai atau diberikan sentuhan kasih sayang. Akibatnya,
nggak sampai empat bulan, bayi-bayi itu diberitakan telah meninggal dunia. Tragis.
Dan, sejak itu nggak ada ibu yang mau ikut program percobaan itu lagi.
Memang, sikap congkak yang negatif pun ada, seperti:
congkak kebaikan sekedar untuk pamer nggak perlu. Namun, congkak kebaikan untuk
pamer agar orang lain mengenal kebaikan dan tergerak untuk meniru perbuatan
baik tersebut adalah baik.
Bahkan, congkak kebaikan itu penting karena aku
yakin nggak semua orang memahami tentang kebaikan sebelum dicontohkan. Seperti guru
yang menjadi model perbuatan baik. Congkak. Nggak sembunyi-sembunyi dalam
berbuat baik.
Sehingga, congkak itu pun punya efek negative dan
positif tergantung pada orang yang menyikapinya. Meski congkak perbuatan baik
itu bisa menimbulkan cemooh karena dianggap riya, niat baik dapat mengubah
pendapat orang lain.
Kenapa
sikap Congkak dianggap Menyebalkan?
Kemarin aku diajak teman untuk membagikan makanan
pada orang-orang di jalan. Ia memintaku untuk membuat videonya. Jujur, aku
senang membantunya membagikan makanan. Namun, aku kok merasa sedikit keki ya
melihat gaya congkaknya yang mirip selegram.
“Halo, gaes. Selamat pagi. Semangat, semuanya! Apa
kabar? Pasti sehat semua ya! Hari ini ini aku mau membagikan nasi kotak buat
orang miskin, gaes. Bukan pamer, congkak atau sombong, lho! Ini udah jadi nazar
aku saat sembuh dari covid. Aku pingin bantuin orang miskin dengan membagikan
nasi kotak ini. Doakan aku ya, gaes! Semangat!!”
Ah, melihat gayanya aku merasa sedikit malu. Kadang-kadang
aku juga bertanya pada diriku, apakah aku termasuk golongan orang yang suka
menyiksa diri? Lha, kok bisa-bisanya akrab dengan teman yang model begini. Haha..
Nah, setelah ia membuat wa story dan sibuk bikin
status sambil menyetir mobil, ia pun memintaku untuk memvideokan semua aksinya
membagi nasi kotak. Jujur, aku setengah hati melakukannya. Jadilah, videonya
jelek sekali dan hanya satu yang bagus…haha.. Sebenarnya sedikit merasa bersalah
juga sih. Tapi, biar saja, toh niat baiknya sudah sampai. Ya kan?
Lalu, aku pun mengintrospeksi diri. Apakah aku
jelous dengan sikap congkaknya hingga aku berbuat begitu? Atau aku jelous
dengan sikap baik yang ia lakukan? Well. Pastinya aku nggak jelous dengan sikap
congkaknya. Aku hanya sedikit khawatir bahwa kebaikan akan gugur nilainya saat
kita congkak karena cinta diri. Bukan karena niat beribadah pada Allah.
Namun, apa pun itu perbuatan temanku itu mungkin
masih lebih baik dibanding dari sikap sok kritisku. Padahal aku nggak melakukan
apa-apa. Bukankah aku bukan hakin dan jaksa atas perbuatan orang lain. So, aku
nggak berhak menilai perbuatan orang lain.
Bagaimana
Cara Congkak Terbaik?
Di era digital seperti sekarang ini, congkak adalah
cara termudah untuk memperkenalkan
sesuatu, baik itu berupa produk barang atau jasa. Kita akan mudah menjual
produk barang atau jasa setelah kita congkak di media sosial dengan cara
terbaik.
Seorang temanku yang baru memulai bisnis dimsum
receh di dekat sekolah sering congkak dengan meminta pembeli untuk memberi testimony dimsumnya dan memberi hadiah gratis dimsum
pada 50 pembeli pertama.
Selain penjualan offline, ia juga menjual secara online
melalui market place dan media sosial seperti tik tok, instagram, gojek, dan
lain-lain. Tentu saja, ia juga membuat video dimsum yang asyik agar pembeli
makin tertarik.
Dengan kata lain, ia terus berusaha mencari inovasi
dalam penjualan agar mencapai target. Ia juga berusaha berupaya untuk menambah
varian dimsum yang disukai oleh pembeli. Dan, nggak lupa untuk congkak update produk di media sosial dengan
rajin.
So,
Congkak itu baik atau Buruk?
Yup, congkak itu buruk kalau kamu lakukan hanya atas
dasar pamer atau menyombongkan diri semata. Namun, jika alasan congkak itu
untuk memperkenalkan kebaikan, produk, atau jasa yang belum diketahui orang
lain, maka congkak itu dapat dibilang positif. Dapat memberi perubahan baik
pada orang lain.
Meski begitu, sifat congkak dapat merusak jika
berlebihan atau di luar porsinya. Seperti seorang yang menjual produk dengan
memuji produk tersebut secara berlebihan. Nggak sesuai dengan kenyataan.
Contohnya: mengatakan bahwa batu itu sifatnya lunak dan lembut, karena berharap
orang membeli batu yang halus. Congkak yang bohong.
Komentar
Posting Komentar