Yuk, Bersama Menuju Indonesia Sehat dan Bebas Kusta

bersama-menuju-indonesia-sehat-dan-bebas-kusta


Pernah dengar tentang penyakit kusta? Jujur, aku pun termasuk orang yang awam dengan penyakitt kuno ini.  Termasuk bagaimana pengobatan bagi penyintas kusta dan pelayanan bagi  penderita kusta agar mereka dapat hidup dengan baik di masyarakat.

Untuk itulah,  aku merasa mendapatkan insight baru tentang penyakit kusta setelah mengikuti acara yang diadakan oleh Kabar KBR dan NLR Indonesia tanggal 24 November 2021 di channel Youtube KBR.


bersama-menuju-indonesia-sehat-dan-bebas-kusta

Acara yang diadakan oleh KBR ini dipandu oleh bapak Rizal Wijaya dengan nara sumber bapak Eman Suherman, SSos yang merupakan Ketua TJSL PT DAHANA (Persero) dan ibu dr. Febrina Sugianto, Junior Technical Advisor NLR Indonesia. Acara yang mengusung tema  Bahu Membahu untuk Indonesia Sehat dan Bebas Kusta ini diharapkan mampu membangkitkan awareness masyarakat tentang penyakit kusta.

 

Apa sih Penyakit Kusta itu?

Sebelum memikirkan stigma negatif tentang penyakit ini, Ada baiknya kita mengenal tentang penyakit yang seolah terlupakan ini.

Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Microbacterium leprae yang dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui percikan cairan dari saluran pernapasan (droplets), yaitu dahak atau ludah.

Meski begitu, kamu nggak perlu khawatir. Penularan kusta nggak secepat Covid 19. Seseorang dapat tertular kusta melalui kontak intens dalam waktu lama dengan penderita kusta.

Penyakit infeksi bakteri kronis ini menyerang jaringan kulit, saraf tepi, dan saluran pernapasan yang ditandai dengan rasa lemah atau mati rasa dan bercak keputihan/ kemerahan yang menyebar di seluruh tubuh seperti pelipis, mata, badan, punggung, kaki, atau tangan.

Jika mengalami hal tersebut, kamu bisa memeriksakan diri ke Puskesmas, ya. Bukan klinik swasta.

Penyakit kusta ini memiliki dua jenis, yaitu kering dan basah. Pengobatannya dapat dilakukan secara gratis di Puskesmas. Untuk kusta kering durasi pengobatan biasanya memakan waktu sekitar 6 – 9 bulan. Sedangkan untuk kusta basah pengobatannya sekitar 12 – 18 bulan. 

Oya, kamu harus ingat ya! Seperti penyakit TBC, kamu pun harus rutin meminum obat agar sembuh. Tidak boleh terputus!

 

Stigma Penyakit Kusta yang Ada di Masyarakat

Sayangnya, pengetahuan terbatas masyarakat akan memicu respon negatif seseorang terhadap isu yang ada di masyarakat. Termasuk stigma penyakit kusta. Stigma yang usianya telah mencapai ribuan tahun dan telah tertanam di dalam hati masyarakat.

Aku pikir, ketidaktahuan tentang penyakit kusta inilah yang jadi salah satu penyebab  stigma negatif yang berkembang di masyarakat. 

Stigma yang dikhawatirkan dapat menghambat proses screening dan tracing penderita. Padahal, proses tracing dapat membantu memutus penularan dan membantu penderita untuk terdeksi secara dini sebelum penyakit kusta menjadi parah dan terlambat diobati.

Stigma kuno bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan Tuhan menyebabkan penderita kusta merasa malu, minder,dan  menutup diri. Akibatnya, penyakit ini baru diketahui setelah kronis, hingga penderita mengalami disabilitas.

Penyakit yang dikenal sejak zaman Nabi Nuh ini pun dianggap menular dan menjijikkan, hingga penderitanya diasingkan dan dikucilkan di masyarakat. Hingga, perlu peran aktif seluruh lapisan masyarakat untuk menyebarkan informasi yang komprehensif tentang kusta.

 

Kasus Kusta di Indonesia

Menurut dr. Febriana, NLR Indonesia mencatat ada sekitar 457 kasus aktif penderita kusta di Subang. Lalu, di masa pandemi kasus yang tercatat hanya sekitar 116 saja karena adanya pembatasan masyarakat terkait pencegahan penyebaran Covid 19.

Menurut data Kemenkes, kasus penyakit kusta di Indonesia masih terbilang tinggi. Sekitar 16.704 penderita yang tercatat di tahun 2020. 

Data terbaru belum diketahui karena kendala tracing hingga pemerintah pun nggak tinggal diam. Pemerintah bergerak bersama NLR yang telah beroperasi sejak tahun 1975 melakukan kerja-kerja untuk mencapai tujuan Indonesia Bebas Kusta.

Beberapa perusahaan BUMN pun ikut berkontribusi dalam penanggulangan penyakit kusta. Salah satunya PT Dahana yang sejak tahun 2017 telah melakukan tracing kusta. 

Salah satunya adalah kegiatan tracing di ring 1 yang terletak di Kecamatan Siboko, Kabupaten Subang sebanyak 1000 orang. Namun,  selama pandemi tacing hanya bisa dilakukan melalui mobile dan terbatas sebanyak 50 orang saja.


Penularan Kusta

Berbeda dengan Covid 19 yang lebih cepat penularannya, penyakit kusta yang dikenal sebagai lepra ini hanya ditularkan melalui kontak langsung selama 20 jam lebih dengan penderita. 

Menurut dr. Febrina, dari 100 orang yang kontak langsung dengan penderita kusta, hanya 5 orang yang terinfeksi. Lalu, dari 5 orang itu pun  hanya 3 orang yang terkena kusta.

Kabar baiknya, setelah 72 jam meminum obat, penularan akan turun menjadi 20% saja. Hingga, kesadaran masyarakat tentang kusta akan memudahkan proses tracing penderita kusta untuk menurunkan angka penularan kusta.

Kita harus ingat bahwa nggak ada penyakit yang nggak bisa sembuh. Termasuk kusta. Jadi, kita harus memberi support bagi penyintas agar dapat hidup baik di masyarakat.

tantangan-menuju-indonesia-bebas-kusta
Sumber gambar: instagram nlrIndonesia


Tantangan Pelayanan bagi Penyintas Kusta Bersama menuju Indonesia Bebas Kusta

Selain stigma negatif, pandemi yang terjadi di tahun 2020 pun menjadi  tantangan dalam proses pelayanan bagi penderita kusta. Seperti yang dikatakan pak Suherman bahwa tracing yang dilakukan PT Dahana yang biasanya bisa mencapai 1.000 orang, sekarang hanya mencapai 50 orang saja.

Aku sih membayangkan double-burden yang dihadapi oleh penderita kusta. Selain menghadapi masalah sakitnya, mereka harus mengatasi stigma yang muncul akibat penyakit yang mereka derita. Akibatnya, mereka akan enggan untuk mengakses pelayanan kesehatan yang tersedia di Puskesmas.

Masalah pun akan makin kompleks, jika penderita telah mengalami disabilitas yang membatasi geraknya. Mereka akan tergantung belas kasihan orang lain. Hal yang menjadikan penyintas kusta tidak dapat berdaya di masyarakat.

Namun, seperti PT. Dahana yang secara berkelanjutan memberikan bantuan dengan memberikan fasilitas pendukung untuk mandiri seperti pemberian dana bergulir, NLR Indonesia pun mengupayakan pemberdayaan bagi penyintas kusta. 

Salah satu upaya pemberdayaan NLR Indonesia adalah dengan mengadakan lomba Suara untuk Indonesia Bebas Kusta.

Nah, dukungan kita semua untuk membantu penyintas untuk membangkitkan rasa percaya diri akan mengoptimalkan keinginan mereka untuk mengakses layanan kesehatan yang tersedia.

 

Hak kesehatan dan Pemberdayaan bagi Penyintas Kusta

Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang jatuh setiap tanggal 12 November merupakan momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa semua orang berhak untuk hidup sehat dan berdaya. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ini merupakan hak semua orang seperti yang tercantum dalam UU No. 39/ tahun 2009 tentang kesehatan perlu diselenggarakan secara berkeadilan dan tidak diskriminatif.

Artinya, setiap warga negara, tak terkecuali penyandang disabilitas termasuk orang dengan/yang pernah mengalami kusta, mempunyai hak yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu.

Namun, berbagai tantangan dan keterbatasan sumber daya menjadikan pelayanan kesehatan  belum aksesibel bagi mereka. Untuk itulah, penyelenggaraan program layanan kesehatan inklusif terus diupayakan oleh banyak pihak. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh NLR Indonesia. LSM yang berdiri di tahun 1967.

Upaya layanan kesehatan bagi penyintas dapat diakses secara gratis di Puskesmas. Sedangkan, bagi penyintas kusta, seperti pak Satri yang berusia 71 tahun yang tinggal di Subang,  dapat hidup seperti biasa seperti layaknya orang lain. Tidak ada stigma di masyarakat tempatnya tinggal.

Kisah pak Satri membuktikan bahwa pengetahuan yang baik tentang kusta yang disampaikan oleh petugas Puskesmas dan tokoh masyarakat yang didukung NLR akan memudahkan pemberdayaan penderita kusta di masyarakat.

 

Bersama Menuju Indonesia Bebas Kusta

Memang, seperti anggota tubuh, kita nggak bisa melakukan sesuatu hal tanpa saling bantu. Saling menguatkan. Sebagaimana isu penyakit kusta yang merupakan gunung es. Isu yang seolah terlupakan. Tertelan oleh isu kesehatan lain, seperti Covid 19. Padahal, Indonesia merupakan negara penderita terbanyak ketiga setelah India dan Brasil.

Untuk itu, aku pikir, peran serta semua pihak untuk membangkitkan awareness tentang kusta sangat penting. Paling tidak, kita bisa menuliskan atau membagikan informasi yang benar mengenai penyakit yang juga dikenal sebagai Morbus Hansen ini. 

Harapannya, dengan kepedulian kita, penyintas akan dapat memperoleh layanan kesehatan yang bermutu. Hingga, mereka dapat berkarya dan meningkatkan kwalitas hidupnya di masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Bullying dan Pencegahan Bullying di Lingkungan Sekolah

Keseruan Kunjungan Industri Jakarta Jogja SMK BLK Bandar Lampung 2022

PERSEPOLIS COMIC REVIEW: The Story of Childhood