Memahami Arti Kemanusiaan dalam Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu
Membaca sebuah karya seorang penulis akan membawa kita pada perspektif yang mungkin berbeda. Selain memperkaya khazanah perbendaharaan kata, membaca sebuah buku kita akan mengerti tentang hidup. Nah, kali ini aku akan belajar untuk memahami arti kemanusiaan dalam Otogizoshi the Fairy Tale Book of Dazai Osamu.
Penulis berkebangsaan Jepang yang menurut sebagian orang memiliki ciri khas yang terkesan suram dengan ironi yang kerap muncul dalam cerita yang ia tulis. Sikapnya yang skeptis terhadap hidup, seperi seorang Naoji dalam The Setting Sun yang menenggelamkan diri dalam minuman dan perempuan. Hingga, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Ironisnya, dalam pesan terakhir Naoji pada Kazuko, ia meminta Kazuko untuk terus bertahan hidup. Ia berharap agar Kazuko dapat hidup dengan baik. Sementara ia menganggap dunia ini akan terus berputar tanpa keberadaan dirinya. Ia merasa bahwa alasannya untuk hidup sudah nggak ada lagi.
Kisah yang menggerogoti rasa kemanusiaan bagi kita tentang bagaimana tokoh-tokoh dalam tulisan Dazain menggerakkan hati kita. Sebagaimana halnya buku Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu ini. Meski mengambil ide dari kisah lama Jepang di zaman Edo, kita nggak bisa menganggap buku ini sebagai buku biasa.
Kenapa?
Karena kumpulan cerita pendek yang salah satu ceritanya adalah The Sparrow Who Lost Her Tongue ini menceritakan bahwa bahkan rasa kemanusiaan itu bisa meredup di saat nggak terduga.
So, ingin tahu lebih lanjut? Yuk, kita cek buku ini bersama-sama ya.
Sinopsis Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu
Kisah yang dimulai dengan sebuah keluarga yang berlindung di lubang kecil saat ada serangan bom di kampungnya. Lalu, untuk menghibur anak-anak mereka, sang ayah menceritakan kisah yang teramu di kepalanya.
Salah satu kisahnya adalah seorang tenuki yang tanpa lelah mengejar gadis impiannya. Namun, cintanya bertepuk sebelah tangan. Tenuki yang tetap berkeras dalam merebut hati sang kekasih pun akhirnya harus menghembuskan napas terakhirnya di danau Kawaguchi di tangan sang pujaan hati. Dalam detik kematiannya, Tenuki berkata, "Apakah suatu dosa mencintaimu?"
Lalu, ada juga tentang kisah seorang pria yang menjelajahi lautan dalam bersama seekor kura-kura besar. Dalam perjalanannya itu, ia menikmati kelezatan hidup yang akhirnya membuatnya bosan. Hingga, ia rindu dan kembali ke dunia yang penuh dengan kekecewaan dan rasa khawatir.
"..Whenever we have unusual guests, the princess make a point of greeting them. And after greeting them, she leaves them alone...."
Menurut kura-kura, putri Oto nggak peduli dengan pendapat orang lain. Ia hidup dalam dunianya sendiri.
Kebaikan yang ditawarkan olah putri Oto itu tanpa paksaan. Sebuah penerimaan yang nggak mengharapkan apa-apa. SIkap yang berbeda dengan apa yang ia lihat dan hadapi di dunia daratan. Gambaran tentang penerimaan yang mendamaikan yang awalnya membuat Urashima bingung.
Namun, saat membuka hadiah Putri Oto dan tiba-tiba berubah jadi sosok orang tua dengan rambut putihnya, Urashima-san pun sadar penerimaan diri itu pun adalah kebaikan.
Pengertian Kemanusiaan
Seperti sosok Putri Oto yang memperlakukan Urashima-san, sosok asing baginya dengan baik. Begitulah refleksi kemanusiaan. Sikap universal yang wajib manusia miliki untuk dapat melindungi dan memperlakukan manusia sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat hakiki.
Kata kemanusiaan berasal dari bahasa Latin 'humanitas'. Kemanusiaan juga bisa diartikan sebagai kebaikan atau hal yang terkait dengan perasaan pada orang lain. Hingga ada perkataan kemanusiaan di atas agama.
Artinya, dalam melakukan tindakan tertentu, kita perlu mempertimbangkan unsur kemanusiaan. Sebagai contoh, saat seorang anak yang kelaparan mencuri, kita harus memikirkan aspek kemanusiaan sebelum menghukum anak tersebut.
Rasa Kemanusiaan yang Tercermin dalam Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu
Dalam buku ini, penulis menceritakan bagaimana Oba-san, sebagai istri yang cemburu pada burung kecil peliharaan suaminya. Dalam kemarahannya, wanita itu dengan tega mencabut lidah burung tersebut. Lalu, burung itu terbang. Oji-san, suami Oba-san ini pun berhari-hari mencari burung kecil ini di hutan bambu. Perbuatan yang terkesan mustahil, karena hutan yang begitu luas.
Namun, tokoh kita yang sudah nggak muda lagi ini tetap nggak putus asa. Ia terus memanggil-manggil dan bertanya pada siapa pun yang ia temui. "Apakah kamu melihat burung pipit tanpa lidah? Melihat perilakunya, orang-orang menganggapnya sudah kehilangan akal. Ngapain mencari seekor burung kecil di dalam hutan yang berisi ribuan burung?
Ucapan-ucapan yang terlontar tersebut seolah jadi tanda bahwa rasa kasih sayang pada sesama telah luntur. Kasih sayang seakan jadi janji yang hilang bersama turunnya hujan.
Selain sukap Oba-san yang begitu tega. Memperlakukan mahluk hidup tak berdosa dengan kejam, karena rasa kesal pada suaminya. Sikap yang kerap kita lihat dalam kehidupan ini. Seperti, seorang anak yang meracuni orang tua atau sikap lain yang nggak sesuai dengan hati nurani.
Bukankah, kebaikan itu merupakan tanda seseorang itu manusia? Aku pikir, mungkin sikap cuek Oji-san pada Oba-san yang mengakibatkan tindakan ini.
Namun, apa pun itu, tindakan buruk itu tidak bisa dijadikan alasan untuk perbuatan buruk lain kan? Bukankah akal manusia mencegah kita untuk melakukan tindakan buruk?
Lalu, apakah sudah nggak ada harapan lagi?
Aku pernah mendengar bahwa selama matahari masih bersinar, selalu masih ada harapan dalam kehidupan ini. Karena hidup akan menghilang, saat kasih sayang atau rasa kemanusaan itu sudah terberangus oleh sifat buruk.
Syukurlah, dalam buku ini pun, Oji-san akhirnya bertemu dengan sebuah rumah mungil di tengah hutan bambu. Di rumah itu, ia dijamu oleh manusia boneka mungil nan cantik. Ia pun bertemu dengan burung pipit yang ia cari. Dalam pertemuan itu, mereka nggak berkata apa-apa. Selain karena burung pipit sudah nggak bisa bicara, kata-kata itu pun (dalam pemikiran Oji-san) bisa nggak ada artinya.
Dalam adegan ini, aku memahami kebaikan seseorang itu membuktikan bahwa kita adalah seorang manusia. Nggak peduli berapa pun usia kita, apa pun bentuk dan warna kulit kita, perilaku yang baik itu adalah tanda utama seorang manusia. Tentunya, kebaikan itu pun memiliki keterbatasan. Seperti seorang Oji-san yang sadar bahwa keberadaannya pun bisa mengganggu proses penyembuhan burung kecil. Ia pun nggak berlama-lama bertamu di rumah bambu.
Memahami Arti Kemanusiaan
Setelah membaca buku Dazai Otogizoshi The Fairy Tale Book of Dazai Osamu, kita akan memahami sifat dasar manusia.
- Semua manusia itu pada dasarnya adalah baik. Namun, sikap egois, serakah, iri, dan sifat-sifat negatif lain yang muncul pada diri manusia, pada akhirnya memudarkan sifat dasar ini.
- Semua manusia ingin dan senang diperlakukan secara baik. Seperti sikap seorang Urashima-san yang bahagia saat menikmati jamuan laut yang berlimpah. Meski ia nggak peduli dengan pendapat orang-orang terhadap keluarganya, Urashima tetap berharap orang lain menghargai keputusan seseorang dalam hidupnya.
- Seseorang selalu ingin membalas perbuatan baik orang padanya. Sikap kura-kura yang ramah pada Urashima adalah untuk membalas kebaikannya. Begitu pun, sikap buruk yang dibalas dengan hal yang sama. Sebagaimana Oba-san yang kesal dengan kemalasan Oji-san yang hanya mengurus burungnya. Kemarahan yang akhirnya ditujukan pada burung yang malang itu. Kadang, orang baik pun bisa melakukan kejahatan tak terduga.
Komentar
Posting Komentar