Bahagia Itu Simple Bukan Dipaksa
"Apakah kamu bahagia hari ini?" Pertanyaan sederhana yang mungkin jarang ditanyakan orang lain pada diri kita. Bahkan, mungkin belum pernah ada yang bertanya tentang dirimu. Kalau pun ada, mungkin hanya sambil lalu.
Jika hal itu benar terjadi pada kita, aku pikir kita bisa mulai dengan diri kita sendiri. Kita dapat mulai menanyakan diri kita di depan cermin. "Apakah kamu bahagia hari ini?" Ah, aku pun belum pernah mencobanya. Paling nggak, ada satu orang yang benar-benar peduli pada dirimu sendiri. Yaitu kamu. Ya kamu.
Dan kalau kamu menjawab pertanyaanmu itu dengan kata "tidak." Nggak apa-apa kok. Bahagia itu simple bukan dipaksa. Lalu, saat kamu merasa nggak bahagia atau nggak merasakan apa pun itu tak apa. Normal. Itu artinya bahwa kita manusia biasa. Bukan robot.
Baca juga: Puisi Sepotong Roti
Merasa sedih dan bahagia bagi manusia adalah proses mengenali dan menikmati hidup ini. Seperti layaknya cuaca di bumi ini, kita kadang bertemu hujan. Tapi, hujan kan tidak turun sepanjang tahun. Ada kalanya hujan berhenti dan berganti cerah dengan hiasan pelangi. Hidup pun begitu. Tak perlu dipikir terlalu rumit.
Bahagia itu ada di mana-mana
Zaman dapat berubah. Begitu pun cara berpikir kita mengenai bahagia. Namun, saat kita menyederhanakan keinginan dan standar kita dalam hidup, maka kita akan bahagia.
Jadi, nggak peduli di mana pun kita berada, bahagia akan selalu menyertai hidup kita.
Contoh sederhananya sih, kita nggak bisa menjamin seseorang dengan harta banyak, jabatan tinggi, atau pasangan yang sempurna itu akan menjamin kebahagiaan. Seperti kisah dalam drama-drama marriage life yang biasa kita tonton. Terkadang ada hal yang rasanya kurang, hingga salah satu dari pasangan tersebut mencari pelengkapnya di luar rumah.
Saat pencarian pelengkap itu bersifat positif dan tidak mengganggu keutuhan hidup dan tatanan masyarakat, maka aktivitas tersebut dapat memberi nilai kebaikan. Namun, saat pemenuhan rasa tersebut tidak bersifat positif dan mengganggu, seperti perselingkuhan, maka kebahagiaan yang dicari akan jadi kesedihan dan penyesalan.
Lalu, bagaimana sih agar dapat meraih bahagia itu?
Menurutku, bahagia itu simple, seperti air yang mengalir di sungai dan menyatu ke laut. So, agar jalan ait lancar, buanglah sampah pada tempatnya. Bukan di aliran sungai. Jika aliran sungai bersih dan jernih, sampah atau hal buruk yang terjatuh baik dari pepohonan atau tertiup angin, akan mudah diambil dan dibuang. Sungai akan mudah dibersihkan.
Aku bisa membayangkan orang-orang yang sengaja membuang sampah ke sungai. Sungai akan keruh, kotor, dan berbau. Sungai yang seharusnya jadi sumber kehidupan akan menjadi sumber penyakit bagi sekitarnya. Sungai itu seperti hati kita. Saat kita menjaganya, hati akan bersih dan jernih. Lalu, siapa pun akan merasa bahagia hidup bersamanya.
Tips Bahagia itu simple
Dari pilosofi sungai itu, menurutku tips untuk bahagia adalah
- Menjaga kebersihan hati. Buanglah pikiran buruk tentang orang lain. Pikirkan aja hal positif yang bisa kita lakukan untuk perubahan baik di sekitar kita. Contohnya sih, seperti seorang guru yang memberi nasihat pada peserta didik yang lompat pagar dengan pendampingan yang edukatif di bidang aktivitas fisik. Guru dapat meminta anak lari lapangan atau mengumpulkan sampah di sekitar sekolah.
- Nggak membandingan potensi diri dengan orang lain. Seperti air sungai yang berbeda dengan air sumur, dan air laut. Ketiganya berbeda, tapi memiliki kegunaannya yang penting bagi mahluk hidup di sekitarnya. So, yakin aja bahwa kita ini hebat dengan keunikan masing-masing.
- Menerima diri. Apa pun keadaan kita, baik kaya atau miskin, besar atau kecil, atau apa pun itu kondisi kita, kita adalah sama di mata Allah. So, berbahagialah.
- Merasa cukup. Tidak memaksakan diri atau mengetahui kemampuan diri. Contohnya sih dalam hal makan. Kita sebaiknya makan secukupnya. Tidak berlebihan.
Komentar
Posting Komentar