Bestie Makan Bakso
"Kalau nanti sudah kerja, kita bikin rumah di sini yuk. Tetanggaan," kata Susan sambil menatap tanah kosong di bawah gunung di dekat rumahñya. Kami hanya mengangguk bareng.
Oya, fyi, kami berempat termasuk aku, Susan, Dewi, dan Tati cukup dekat. Entah gimana awalnya, tahu-tahu sudah dekat aja hehe. Padahal sifat kami berempat berbeda. Persamaan kami hanyalah sering duduk di kelas yang sama saat kuliah. Dan kami sering jadi bestie makan bakso. Maklum aja sih, bakso kan harganya cukup terjangkau dan mengenyangkan.
Bestie Zaman Kuliah
Kalau mau cerita bestie zaman sekolah dulu, rasanya udah lupa. Maklumlah, masa itu telah berlalu lama sekali. Ibarat kapal sudah berlayar jauh dan nggak kembali lagi. Kenangannya pun tercecer di dasar laut.
Alasan karena aku sudah lupa. Teringat pun hanya kenangan sepotong-sepotong yang tergerus oleh kenangan yang baru. Kalau zaman SMK sih aku hanya ingat pas bareng bestie mengejar bus jurusan Rajabasa di halte yang berada di depan PLN. Saat itu kami jalan kaki dari sekolah ke halte, lho. Cukup jauh juga.
Aku membayangkan kalau anak zaman sekarang pasti nggak mau. Alasannya ya jauh, panas, pegel, haus, atau mager (malas gerak). Entah, kalau zaman 90an pas aku SMK itu kok nggak terpikir alasan itu ya? Mungkin karena nggak ada pilihan atau zaman itu kami masih lugu-lugu hehehe.
Anyway, dari ketiga teman kuliahku itu, aku lumayan dekat dengan Tati. Sayangnya, kami lepas kontak sejak lulus kuliah di tahun 2003an. Sibuk dengan urusan masing-masing. Terakhir bertemu sih, aku hanya bertemu dengan Susan dan Dewi.
Sebenarnya mereka berdua bekerja di Bandar Lampung. Tapi, aku enggan bertemu mereka. Bingung mau ngobrol apa. Dunia kami nggak sama seperti saat kuliah dulu. Untungnya, Susan dan Dewi masih sering kontak karena urusan usaha.
Kenangan Bersama
Meski begitu, kenangan kebersamaan di masa lalu tetap menyatukan kami. Saat belajar, tidur, dan makan bakso bareng di warung bakso depan kampus. Sekarang, aku lihat warung bakso itu sudah nggak ada lagi. Sudah berganti dengan warung nasi Padang. Tapi, aku masih teringat masa-masa itu saat melewati jalan Imam Bonjol Gedung Air itu. Ingat kalian.
Aku juga masih ingat momen nginep bareng di rumah nenek Susan. Kebetulan karena rumah nenek dekat dengan pantai Ringgung. Sekarang sih namanya pantai Sari Ringgung. Kami sering ke pantai dan bakar ikan. Dan karena letak rumah nenek dekat gudang lelang, ikan pun gratis wkwk. Kami hanya modal badan aja.
Bahkan obat kina kami dapatkan gratis dari puskesmas. Kata nenek, kalau mau menginap di pantai, harus minum pil kina. Untuk mencegah terkena malaria. Fyi, sebagian besar penduduk hanura (daerah rumah nenek) itu sudah terkena malaria.
Itulah momen pertamaku tidur persis di pinggir laut. Beralas tikar tipis dan beratap langit. Sampai sekarang aku berpikir dan membayangkan betapa dekatnya kami dengan air laut saat itu. Duh, untung aja ombaknya nggak membasahi kami wkwk.
Senangnya Menikmati Bakso di pinggir laut
Nggak hanya bakar ikan di pinggir laut, kami pun menikmati bakso. Walaupun samar, rasanya lidahku masih merasakan lezatnya bakso saat itu.
Eh, aku ingat saat kami naik mobil ke laut dan Susan menyeletuk begini, "Siapa nih yang kentut. Bau.." Sebenarnya aku nggak mencium bau apa pun.
Tapi, karena Susan ngomong, aku juga ikut mencium bau nggak sedap. Kami pun menepi dan keluar dari mobil. Dan sampai hari ini siapa yang kentut masih jadi misteri wkwk.
Untunglah, kami nggak memusingkan hal itu. Banyak momen menyenangkan yang mengisi hati kami. Aku merasa beruntung mengenal mereka. Apalagi nenek Susan yang luar biasa baik. Jago masak dan hobi bikin makanan buat kami.
Termasuk bakso. Kamu bisa bayangkan makan bakso di bawah rimbunan pohon bakau. Angin laut yang segar dengan laut biru dan langit yang cerah terhampar di hadapan kita. Ah, nyaman sekali.
Sayangnya, sekarang pantai Sari Ringgung nggak sehijau dulu. Nggak ada lagi pohon bakau di pinggir laut tempat kami duduk-duduk dulu.
Komentar
Posting Komentar