Pengaruh Healthy Boundaries dalam Pekerjaan bagi Kesehatan
Hari itu Dwi, temanku mengeluh sakit perut. Maag-nya kambuh, karena stress kerja yang menumpuk. Maklum aja, selain sebagai guru, ia pun menjabat waka kesiswaan dan ketua PPDB. Belum lagi, jabatan abadinya sebagai ibu di rumah. Duh..
Aku bisa membayangkan stress-nya.
Beban kerja yang menumpuk ini bukan hanya dialami oleh Dwi, tapi juga guru lain. Termasuk aku. Untungnya, sekarang, kami sudah mengerti cara mengatasinya, karena kami mulai sadar pengaruh healthy boundaries dalam pekerjaan bagi kesehatan.
Yups, aku ingat banget, dulu, kami nggak pernah berani menolak tugas apa pun yang diberikan atasan. Dan, entah ini suatu bentuk terlalu percaya atau gimana, atasan di sekolah terbiasa memberikan tugas pada orang yang sama. Akibatnya, orang tersebut memiliki tugas yang menumpuk di waktu yang sama.
Pernah, bahkan sering, kami sampai sakit atau merasa pusing mendadak atau bobot tubuh turun, karena stress dengan beban kerja. Seorang teman, dulu, pernah hampir mengundurkan diri, karena ia merasa nggak sanggup dengan tugas yang diberikan
Ah, no worries, itu sih cerita lama, Dwi dan teman-teman itu pun sekarang sudah pindah tugas. Mungkin, saat ini mereka merasa sangat lega wkwk.
Lucky for us, menurutku, suasana sekolah sudah lebih baik. Atasan sekarang lebih bijak dalam memberikan tugas pada guru. Sesuai dengan job desk. Alhamdulillah.
Nah, karena itu, aku pikir, kita perlu mengenal healthy boundaries dalam pekerjaan agar kita dapat bekerja dengan baik. Ya kan? So, yuk kita cek apa sih healthy boundaries itu.
Pengertian healthy boundaries
Boundaries merupakan batasan kemampuan fisik dan emosional dalam hubungan dengan orang lain. Ya, seperti teman-temanku, sekarang, sudah berani menolak tugas saat mereka sadar kalau tugas yang akan diberikan nggak sesuai kemampuan atau job desk.
'A boundary is a limit or edge that defines you as separate from others'
Boundaries dapat melindungi atau menjaga privasi atau kondisi mental seseorang. Seperti rumah yang memiliki pagar, pintu, dan jendela untuk menjaga privasi pribadi dan emosional seseorang. Pagar menjadi simbol batasan antara keinginan dan kebutuhan seseorang yang harus dihormati.
Contoh Healthy Boundaries dalam pekerjaan
Dalam hubungan kerja, kita pasti bertemu dengan rekan kerja yang dapat memengarungi healthy boundaries. Untuk itu, kemampuan untuk mengatakan 'Tidak' pada orang-orang tersebut dan membuang rasa tidak enak adalah hal yang perlu dimiliki.
Untuk menjaga healthy boundaries, aku sih menghindar atau berani bilang "tidak" pada tipe orang di bawah ini.
1. Orang yang sering berdusta
Aku masih ingat pernah diajak oleh seorang teman ke Jakarta. Eh, ia dengan manisnya meninggalkan aku begitu saja di jalan. Rasanya, aku masih ingat betapa marah, sedih, kecewa, dan kesalnya aku saat itu. Kalau diingat-ingat, kok aku seperti orang aneh ya wkwk. Kok, aku bisa percaya pada orang yang jelas tidak bisa dipercaya.
Ah, pengalaman hari itu terasa mahal. Seorang teman lain bilang begini, "Ms, untung bisa pulang dengan selamat. Gimana kalau nggak? Astagfirullah.. nggak sopan banget orang itu.."
Sejak itu, aku memblokir nomor wa-nya dan nggak mau dekat-dekat dengannya. Aku hanya ngobrol seperlunya aja, karena kami masih rekan kerja.
2. Orang yang merendahkan / tidak menghargai dirimu
Dalam rapat pembagian tugas, atasanku memberikan tugas pada beberapa orang dengan alasan senyumnya yang manis. Dan, saat satu namaku disebut, ia menolak sambil terus memuji senyum manis orang-orang tersebut.
Lalu, setelah rapat usai, ia kembali memuji senyum temanku itu. Duh, aku merasa sedikit kecewa dengan sikap atasanku ini. Tapi, aku sadar, beberapa orang memang hanya melihat seseorang hanya dari penampilan fisik aja.
Jujur, aku menyadari batas kemampuanku. Tapi, aku pikir, hal itu nggak boleh menjadi alasan seseorang untuk merendahkan kita. Ya kan?
Mungkin, atasanku itu nggak sadar dengan sikapnya. Mungkin, sikap ini adalah sifatnya. Aku nggak tahu. Aku hanya tahu bahwa healthy boundaries dalam pekerjaan bagiku adalah respect pada orang lain. Dan, seperti kata orang bijak, "Meskipun orang lain nggak tahu atau nggak menyadari, apa pun yang kita pikir dan rasakan itu adalah ada dan nyata."
3. Orang yang tidak menjaga privasi kita
Gibah adalah hobi yang belakangan ini digandrungi. Dari gibah online hingga offline dapat kita temui di mana pun. Hobi yang sebenarnya nggak aku suka. Kecuali, gibah tentang hal positif yang membangun masa depan.
Alhamdulillah, seiring bertambahnya usia kami, teman-teman juga lebih sering gibah tentang cgp, sertifikasi, PPPK, atau tentang modul ajar. Gibahnya lebih baik wkwk.
Berbeda dengan waktu masih zaman jahiliah dulu, kami masih sering gibah tentang keburukan teman lain. Akibatnya, pernah ada teman yang adu mulut di sekolah. Untungnya, saat itu masih sepi dan kepala sekolah berhasil mendamaikan.
Nah, orangnya sih adalah orang yang sama yang meninggalkan aku di jalan itu wkwk. Ah, kalau aku pikir dengan kepala yang jernih, si doi itu emang toxic. Meskipun ia kadang bersikap baik kalau ada maunya, ia masih ada baiknya. Yah, kadang-kadang suka bagi-bagi makanan sambil pamer di medsos gitu wkwk.
Lumayan lah, daripada nggak ada baiknya sama sekali. Ya kan?
Dan, aku pikir, sebagai manusia biasa, aku menyadari bahwa nggak ada manusia sempurna kecuali nabi dan manusia pilihan Allah.
So, aku pun harus jujur bahwa aku pun tidak sempurna dan harus belajar memaafkan dan menerima. Mungkin, keberadaan temanku itu sebagai pengingat bagiku untuk menjadi orang yang lebih baik.
Cara menjaga healthy boundaries
Lalu, gimana cara menjaga healthy boundaries agar hidup kita bahagia?
Cara mudahnya adalah berani bilang "tidak" saat ada hal yang tidak kita sukai atau inginkan.
Seperti saat acara kemarin, seorang teman berani bilang 'tidak' bisa hadir, karena ada acara keluarga. Sikap yang wajar mengingat acara tersebut diadakan secara mendadak pada hari libur.
Lalu, gimana agar orang lain tahu healthy boundaries kita? Ya, caranya adalah kita dapat mengomunikasikan dengan jelas apa yang kita inginkan dan tidak inginkan atau tidak butuhkan dan butuhkan.
Dan, menurut artikel physiology yang kubaca, contoh-contoh healthy boundaries yang dapat kita lakukan adalah
1. Menolak apa pun yang tidak ingin kita lakukan
2. Menceritakan pengalaman hidupmu dengan jujur.
3. Merespon kejadian sekarang
4. Mengingatkan masalah seseorang pada yang bersangkutan. Bukan pada orang ketiga.
5. Mengatakan keinginanmu dengan jelas. Jangan menganggap orang lain dapat menduga-duga keinginanmu.
Ah, Aku pikir contoh-contoh di atasyang cukup krusial dalam hubungan kerja dan hubungan personal.
Seperti contoh kelima, jika kita melatih sikap ini, aku yakin kita dapat mencegah kesalahpahaman dalam hubungan. Bukankah kita sering salah paham, karena kita menduga-duga tentang orang lain?
Pengaruh Healthy Boundaries dalam Pekerjaan bagi Kesehatan
1. Kesehatan mental yang baik.
Dengan healthy boundaries, seseorang akan merasa bebas berpikir, bicara, dan mengekspresikan perasaannya. Sehingga, kita akan merasa nyaman dan betah dengan lingkungan pekerjaan yang sehat ini.
Lalu, menurutku, guru dengan kesehatan mental yang baik, tubuhnya sehat dan bersemangat. Ia juga akan jarang izin sakit kepala atau maag. Dan, suasana proses pembelajaran di kelas pun jadi asyik dan menyenangkan.
2. Kesehatan emosi yang baik.
Seorang guru dengan kondisi kesehatan emosi yang baik dapat diukur dengan rasa humor yang baik. Artinya, ia mungkin nggak mudah marah atau tersinggung. Ia pun memiliki wajah yang murah senyum, meskipun menghadapi siswa yang bermasalah.
Yah, kalau pun marah, nggak lama-lama. Dan, beliau nggak marah pada siswa lain. Contohnya aja, anak yang bermasalah adalah Daffa, ya sang guru baiknya hanya marah pada Daffa. Bukan marah pada teman-temannya yang ada di kelas lain.
Artinya, ya ada di contoh nomor empat. Menyampaikan masalah pada orang yang bertanggung jawab. Bukan pada orang ketiga atau orang lain.
Dan, jangan marah berlarut-larut. Eh, jadi ingat keluhan siswa tentang seorang guru. "Aduh, bu, ibu itu kalau ke kelas marah-marah terus. Pusing deh. Kami jadi ketinggalan pelajaran.."
Degg, mendengar keluhan anak ini, hatiku tertohok rasanya. Jangan-jangan aku pun begitu? Hingga aku merenung bahwa dalam healthy boundaries ini pun ada rasa respect pada keinginan dan penolakan orang lain/ siswa. Karena, bukan hanya diri kita yang memiliki boundaries, tapi juga orang lain. Ya kan?
Anyway, aku berharap, pengaruh healthy boundaries dalam hubungan akan membangun rasa percaya dan hormat pada diri dan orang lain.
Seperti hubungan guru dan siswa, guru dan orang tua murid, atasan dan bawahan, atau hubungan lain baik personal maupun sosial, pastilah akan baik saat kita saling menghargai dan menghormati. Semoga.
Ini harus banget diterapkan. Sepertinya akan tenang jiwa raga jika kita dapat menerapkannya.
BalasHapusThanks tipsnya kak
Sama-sama Kak..
Hapus