Menulis Jurnal Afirmasi dan Kontemplasi Perlukah?
Mungkin, rekaman dalam jurnal itu menguatkanku ibarat amulet, karena aku merasa tulisan dapat selalu mengingatkanku. Rasanya beda saat kubandingkan dengan sekedar ucapan.
Aktivitas sebelum Eksperimen menulis Afirmasi dan Kontemplasi dalam 3 hari
Saat bangun tidur, biasanya aku langsung cek gawai. Berbeda dengan ibuku yang hanya cek jam, aku sih mulai cek gawai untuk lihat jam. Dan, dilanjutkan dengan ngecek applikasi lain, seperti Whatsapp, Instagram, TikTok, shopee, dan lain-lain.
Aktivitas mengecek gawai dapat berlangsung selama 5-7 menit atau lebih kalau nggak sengaja pengin lihat film terbaru di Netflix atau Viu. Lalu, aku melanjutkan aktivitas rutinitasku, yaitu shalat shubuh, masak nasi dan merebus air.
Cek gawai lebih awal dari hal lain. wkwk.
Aku menghabiskan waktu mengerjakan rutinitas ini sekitar 30 menit. Belum lagi, aku wajib makan dan mandi pagi sebelum pergi sekolah.
Kamu bisa membayangkan akibat dari rutinitas ngecek gawai kelamaan. Aku baru siap berangkat ke sekolah pukul 7 pagi. Padahal aku harus tiba di sekolah pukul 7.15.
Dan, aku butuh waktu 20 menit untuk tiba ke sekolah. Hingga, aku baru tiba di sekolah sekitar jam 07.20 atau lebih sedikit. Efeknya sih, aku pun telat mengikuti program shalat dhuha dan doa bersama di pagi hari.
Memang nggak ada yang menegur, karena tugas membimbing shalat dhuha di sekolah adalah guru agama. Tapi, kadang aku malu juga kalau sering telat. wkwk.
Aku menyadari bahwa aktivitas mengecek gawai ini memakan waktu terlalu lama. Kadang-kadang, aku bisa menghabiskan waktu hingga 30 menit lebih. Ya itu, awalnya aku pikir hanya 5-7 menit. Tapi, ternyata bisa lebih lama, karena seperti kata orang semua hal dimulai dari sedikit.
Aku sadar bahwa aku harus mengurangi durasi waktu berkutat dengan gawai. Tujuannya adalah agar aku nggak kesiangan ke sekolah. Paling nggak, aku harus mengubah kebiasaan ini.
Aku jadi ingat dengan orang India yang nggak mau terpengaruh dengan trend dunia. Termasuk TikTok yang seolah jadi budaya. Membuang waktu hanya untuk scroll TikTok seharian. Duh..
Untungnya aku nggak seharian ya? wkwk.
Ya, meskipun aktivitas yang kulakukan nggak buruk, aku sadar ini nggak jadi alasan untuk lalai atas kewajiban yang lebih prioritas. Seperti orang bijak bilang, jangan membuat dosa alasan. Melakukan perbuatan baik (tidak buruk) untuk tidak melakukan kewajiban yang lebih utama.
Contohnya adalah mengerjakan tugas cuci piring untuk menghindari permintaan orang tua untuk memijat tubuhnya. Padahal ia bisa menunda pekerjaan cuci piring untuk melayani orang tua. Karena permintaan orang tua itu lebih utama dari sekedar cuci piring. Ya kan?
Aku teringat dengan teori Goldman (2022) bahwa afirmasi positif adalah pernyataan positif yang bisa diucapkan secara lantang pada diri sendiri. Dan, jika diulang secara teratur dapat mengubah pikiran dan perilaku negatif.
Hari pertama menulis afirmasi
Aku bangun pagi sekitar pukul 4.30. Lalu, cek jam di gawai dan bersiap shalat shubuh. Setelah itu, aku menulis di buku catatanku tentang afirmasi yang aku pikir saat itu.
1. Aku bisa.
2. Apa pun yang orang lain katakan, bukan tolak ukur diriku.
3. Pikirkan hal positif tentang diriku.
4. Setiap masalah ada solusi.
5. Kurangi gossip dengan atau tentang orang lain.
Hari kedua menulis jurnal afirmasi
1. Jangan ragu, lakukan aja apa pun yang kamu suka
2. Jangan takut berbuat kesalahan.
3. Belajarlah dari siapa aja.
Hari ketiga menulis jurnal afirmasi dan kontemplasi
1. Nggak perlu iri dengan kesuksesan orang lain.
2. Tulis aja mimpi-mimpimu. InsyaAllah nanti akan terkabul. Yakin aja!
3. Berbahagia dengan hal yang sedikit. InsyaAllah nikmat ini Allah akan tambah.
Perubahan setelah hari ketiga menulis jurnal afirmasi dan kontemplasi
Ya, aku sadar bahwa nggak ada hal instant di dunia ini. Termasuk dalam hal perubahan diri.
Dalam teori yang aku pahami, perubahan diri memerlukan konsistensi. Aku juga mengerti bahwa mengubah diri dapat dilakukan secara perlahan. Step by step. Pastinya sih, proses perubahan ini panjang dan berulang. Seumur hidup kita.
Contohnya, aku ingin membuat kebiasaan membaca buku. So, aku dapat mulai dengan membaca buku sehari satu lembàr dan melakukan aktivitas baca ini tiap hari selama tiga bulan. Setelah itu, aku bisa menambah bàcàan jadi 2 lembar dan melatih rutinitas ini selama 3 bulan.
Dan, cycle ini berulang. Hingga, jadi kebiasaan hidupku.
Nah, saat kucek Dalam 5 langkah TTM model (Transtheoritical model)
1. Precontemplation. Di level ini, aku mulai mengenali masalah dan memiliki keinginan untuk mencari solusinya.
2. Contemplation. Saat proses perenungan ini, aku mempertimbangkan konsep, ide, dan realitas untuk mengubah diri jadi lebih baik.
3. Preparation. Setelah proses perenungan, aku menyiapkan diri secara fisik dan mental agar ide untuk mengubah diri berjalan baik. Misalnya aja, saat aku ingin mulai hidup sehat, aku mulai dari hal sederhana dan kecil dari tidak jajan gorengan atau minum air putih.
4. Action. Melaksanakan tindakan atas ide atau rencana perbaikan, seperti: rencana untuk hidup sehat. Aku mulai dengan jalan sehat di pegi hari, minum air putih, tidak jajan gorengan, atau sekedar menulis jurnal afirmasi dan kontemplasi setiap pagi.
Pointnya, aku mulai perlahan aja.
5. Maintenance. Saat melakukan apa pun secara rutin, pasti kita pernah merasa bosan. Itu hal yang alami. Dan, maintenance atau menjaga konsistensi adalah hal yang gak mudah.
Menurutku sih, cara sederhananya sih, kita harus mengingat tujuan perubahan kita.
Dan, aku pikir, dengan konsistensi yang dilakukan bertahap dari hal yang termudah, maka aku dapat mengubah kebiasaanku sehari-hari secara alami. Sikap ini, aku rasa akan bertahan lebih lama dibandingkan jika aku memaksakan diri dengan target berat berlari seratus putaran atau tidak makan gorengan sama sekali.
Bukankah kalau kita sebelumnya tidak pernah olah raga dan dipaksa lari, hasilnya nggak akan baik? Takutnya, bukannya sehat, kita justru jadi sakit.
So, 5 langkah TTM ini dapat diaplikasikan untuk perubahan diri yang lebih baik
Menulis jurnal afirmasi dan kontemplasi Perlukah?
Menulis jurnal dapat dijadikan sebagai cara untuk berproses. Salah satu alasannya adalah dalam proses menulis, aku berpikir, merenung, mempersiapkan diri, menulis, dan menjaga konsistensi menulis. Circle ini berulang, hingga menulis jadi kebiasaan dalam hidupku.
Dan, menulis jurnal afirmasi dan kontemplasi akan mengingatkan diriku bahwa aku dapat melakukan apa pun. InsyaAllah.
Nah, itu menurutku. Gimana dengan kamu?
Komentar
Posting Komentar